Senin, 22 Juli 2019
Materi Kelas XII
BAB I
Perjuangan Menghadapi
Ancaman Disintegrasi
Bangsa
Musuh terbesar bangsa kita bukan yang datang dari luar, tetapi
ancaman disintegrasi yang berasal dari dalam sendiri
(C.S.T. Kansil dan Julianto, 1998)
Sumber: upload.wikimedia.org
Di unduh dari : Bukupaket.com
2 Kelas XII SMA/MA
Tahukah kalian bahwa sesudah 40 tahun lamanya, baru pertama kali
peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, diselenggarakan pada
tahun 1948. Awalnya, peringatan tersebut merupakan anjuran Bung Karno
agar pemerintah menyelenggarakannya secara besar-besaran. Untuk itu,
diangkatlah Ki Hajar Dewantara sebagai ketua panitia peringatan.
Mengapa peringatan ini dilaksanakan? Ki Hajar Dewantara menjawab hal
tersebut, dengan mengatakan:
“Itulah sebenarnja maksud dan tudjuan Bung Karno, ketika ia mengandjurkan
supaja hari 20 Mei tahun 1948 dirajakan setjara besar-besaran. Hari itu
olehnja dianggap sebagai hari bangunnja rakjat, hari sadarnja serta bangkitnja
rasa kebangsaan Indonesia, pada tahun 1908, empat puluh tahun sebelum itu
adjakan Bung Karno tadi terbukti sangat ditaati oleh semua golongan rakjat.
Mulai golongan-golongan jang berada di luar gerakan politik, sampai dengan
partai, mulai jang paling kanan sampai jang paling kiri, ikut serta secara aktif,
dan bersama-sama merajakan hari 20 Mei tahun itu sebagai “Hari Kebangkitan
Nasional”, sebagai Hari Kesatuan Rakjat Indonesia”. (C.S.T. Kansil dan
Julianto, 1998).
Jadi, makna peringatan Kebangkitan Nasional sebagaimana dimaksud
Bung Karno di atas, adalah untuk memperkuat kesatuan bangsa, khususnya
dalam menghadapi Belanda yang hendak menjajah kembali Indonesia. Apalagi
di awal tahun itu muncul pula kelompok dengan garis perjuangan ideologi
yang dapat menghancurkan integrasi bangsa dan ideologi negara Indonesia.
Apalagi pada 1948, Muso baru kembali dari Moskwa dengan menawarkan
doktrin “Jalan Baru” sebagai strategi perjuangan bangsa yang berbeda dari
strategi yang dijalankan pemerintah Soekarno-Hatta. Ada tiga gagasan yang
dikemukakan Muso. Petama, membentuk Front Nasional untuk menghimpun
kekuatan komunis dan nonkomunis di bawah pimpinan PKI. Kedua, mengubah
PKI menjadi partai tunggal Marxis-Leninis, dan yang ketiga, menyesuaikan
perjuangan PKI dengan garis perjuangan Komunis Internasional (Komintern).
Hal ini membuat hubungan antara antara PKI dengan kubu nasionalis (PNI dan
Masyumi) kian meruncing. Pertikaian ideologi yang tajam tersebut berakhir
pada pecahnya pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948.
Sebagai konsekuensi disepakatinya hasil perundingan Renville, sebanyak
35.000 anggota TNI juga dipaksa untuk meninggalkan wilayah yang diklaim
Belanda menuju daerah Republik Indonesia yang beribu kota di Yogyakarta.
Tiga bulan setelahnya, Belanda melancarkan agresi militer dengan menduduki
Ibu kota Yogyakarta pada 19 Desember 1948. Presiden dan wakil presiden
serta beberapa pejabat tinggi negara ditangkap dan diasingkan ke Bangka.
Meski demikian presiden masih sempat memberikan mandat kepada Syafrudin
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 3
Prawiranegara untuk menjadi ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia
di Sumatera Barat. Bahkan Soekarno juga memerintahkan kepada Soedarsono
dan LN. Palar untuk siap mengantisipasi bila suatu ketika terpaksa mendirikan
pemerintahan pengasingan di India, meski hal ini akhirnya tidak terjadi.
Dengan kondisi kritis seperti itu maka Republik Indonesia dapat digambarkan
bagai “sebutir telur di ujung tanduk”.
Namun demikian Panglima Besar Soedirman sekeluarnya dari Yogyakarta,
langsung memimpin pasukannya untuk meneruskan perjuangan melawan
Belanda dengan melakukan perang gerilya. Sementara Kolonel A.H. Nasution,
selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa meneruskan rencana pertahanan
rakyat yang yang telah disusun oleh Panglima Besar Sudirman, dan dikenal
sebagai Perintah Siasat Nomor 1. Salah satu pokoknya adalah menyusupkan
pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal ke garis belakang
musuh dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa
akan menjadi medan gerilya yang luas.
Dapat pula dikemukakan peran Sultan Hamengku Buwono IX yang
telah memberikan dukungan fasilitas dan finansial untuk keberlangsungan
berjalannya pemerintahan republik yang ditinggalkan para pemimpinnya
tersebut. Menurut Kahin, dua kekuatan inilah yang menjadi sumber perlawanan
terhadap Belanda yang pada akhirnya memaksa Belanda untuk mengakhiri
perang menuju Konferensi Meja Bundar (KMB).
Kedua kekuatan yang digerakan oleh unsur sipil dan tentara yang
melakukan gerilya menjadi amunisi yang ampuh bagi para diplomat kita yang
terus berunding di forum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Dengan strategi
perjuangan tersebut di atas dengan mendapat tekanan Internasional dan
dari Amerika Serikat sendiri yang mengancam akan menghentikan bantuan
Marshall Plan, maka Belanda terpaksa menandatangani perjanjian KMB yang
berisi “penyerahan kedaulatan” (souvereniteit overdracht).
Situasi dan kondisi perjuangan sebagaimana digambarkan di atas itulah
yang menjadi makna nilai persatuan dari peringatan kebangkitan nasional
ke-40 di tahun 1948, yang menggerakkan perjuangan bangsa Indonesia yang
pantang menyerah dan pada akhirnya dapat mengakhiri upaya Belanda untuk
kembali menjajah.
Ancaman disintegrasi (perpecahan) bangsa memang bukan persoalan
main-main. Tak hanya merupakan masalah di masa lalu. Potensi disintegrasi
pada masa kinipun bukan tidak mungkin terjadi. Karena itulah kita harus
terus dan selalu memahami betapa berbahayanya proses disintegrasi bangsa
apabila terjadi bagi kebangsaan kita. Sejarah Indonesia telah menunjukkan
hal tersebut.
Di unduh dari : Bukupaket.com
4 Kelas XII SMA/MA
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 5
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah memelajari uraian ini, diharap kamu dapat:
1. Menganalisis berbagai pergolakan daerah yang terjadi di Indonesia
antara tahun 1948 hingga 1965.
2. Mengaitkan peristiwa pergolakan daerah yang terjadi di Indonesia
antara tahun 1948 hingga 1965 dengan potensi ancaman disintegrasi
pada masa sekarang.
3. Mengambil hikmah dari berbagai ancaman disintegrasi bangsa
yang pernah terjadi di Indonesia, khususnya yang telah terjadi di
tahun 1948 hingga 1965.
HIKMAH DAN ARTI PENTING
Memelajari sejarah pergolakan bangsa yang pernah terjadi dan
membahayakan persatuan nasional merupakan hal sangat penting, agar
kita mendapatkan pelajaran sekaligus peringatan. Mengapa sampai
timbul perpecahan, mengapa perpecahan itu bisa berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, dan apa yang salah dengan bangsa kita pada
waktu itu? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu akan memberikan
pelajaran dan inspirasi bagaimana kita menghadapi berbagai potensi
disintegrasi bangsa pada masa kini dan masa yang akan datang. Semua
itu tak lain harus dilakukan demi lestarinya kita sebagai sebuah bangsa.
Di unduh dari : Bukupaket.com
6 Kelas XII SMA/MA
A. Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)
Mengamati Lingkungan
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Gambar 1.1 Guntingan koran (Berita koran) tentang konflik di Indonesia
Perhatikan gambar di atas!
1. Apa komentar kamu tentang berbagai berita tentang konflik yang terjadi di
Indonesia tersebut?
2. Konflik di bidang apa sajakah itu?
Alangkah hebatnya bangsa kita sebenarnya. Indonesia adalah negeri yang
terdiri atas 17.500 pulau, lebih dari 300 kelompok etnik, 1.340 suku bangsa,
6 agama resmi dan belum termasuk beragam aliran kepercayaan, serta 737
bahasa. Kita harus bersyukur pada Tuhan YME, atas keberuntungan bangsa
kita yang hingga kini tetap bersatu dalam keberagaman, meskipun berbagai
kasus konflik dan pergolakan sempat berlangsung di masyarakat. Hal ini
misalnya dapat dilihat dari potongan gambar berita di atas.
Dalam sejarah republik ini, konflik dan pergolakan dalam skala yang lebih
besar bahkan pernah terjadi. Bila sudah begitu, lantas siapa pihak yang paling
dirugikan? Tak lain adalah rakyat, bangsa kita sendiri. Karenanya, dalam
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 7
bab berikut ini akan kamu pelajari beberapa pergolakan besar yang pernah
berlangsung di dalam negeri akibat ketegangan politik selama rentang tahun
1948–1965. Tahun 1948 ditandai dengan pecahnya pemberontakan besar
pertama setelah Indonesia merdeka, yaitu pemberontakan PKI di Madiun.
Sedangkan tahun 1965 merupakan tahun di mana berlangsung peristiwa G30S/
PKI yang berusaha merebut kekuasaan dan mengganti ideologi Pancasila.
Mengapa penting hal ini kita kaji, tak lain agar kita dapat menarik hikmah dan
tragedi seperti itu tak terulang kembali pada masa kini. Di sinilah pentingnya
kita mempelajari sejarah.
Sejarah pergolakan dan konflik yang terjadi di Indonesia selama masa
tahun 1948-1965 dalam bab ini akan dibagi ke dalam tiga bentuk pergolakan:
1. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan
ideologi.
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan PKI Madiun,
pemberontakan DI/TII, dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh
PKI tentu saja komunisme, sedangkan pemberontakan DI/TII berlangsung
dengan membawa ideologi agama.
Perlu kalian ketahui bahwa menurut Herbert Feith, seorang akademisi
Australia, aliran politik besar yang terdapat di Indonesia pada masa setelah
kemerdekaan (terutama dapat dilihat sejak Pemilu 1955) terbagi dalam lima
kelompok: nasionalisme radikal (diwakili antara lain oleh PNI), Islam (NU dan
Masyumi), komunis (PKI), sosialisme demokrat (Partai Sosialis Indonesia/
PSI), dan tradisionalis Jawa (Partai Indonesia Raya/PIR, kelompok teosofis/
kebatinan, dan birokrat pemerintah/pamong praja). Pada masa itu kelompokkelompok tersebut nyatanya memang saling bersaing dengan mengusung
ideologi masing-masing.
2. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan
kepentingan (vested interest).
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS, dan
Andi Aziz. Vested Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat
pada suatu kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol
suatu sistem sosial atau kegiatan untuk keuntungan sendiri. Mereka juga
enggan untuk melepas posisi atau kedudukan yang diperolehnya sehingga
sering menghalangi suatu proses perubahan. Baik APRA, RMS, dan Andi
Aziz, semuanya berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL atau Tentara
Di unduh dari : Bukupaket.com
8 Kelas XII SMA/MA
Kerajaan (di) Hindia Belanda, yang tidak mau menerima kedatangan tentara
Indonesia di wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai. Dalam situasi
seperti ini, konflik pun terjadi.
3. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem
pemerintahan.
Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO
(Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta.
Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika
berdasarkan perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk
negara serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI
menjadi bagian RIS. Negara-negara federal lainnya misalnya adalah negara
Pasundan, negara Madura, Negara Indonesia Timur. BFO sendiri adalah badan
musyawarah negara-negara federal di luar RI yang dibentuk oleh Belanda.
Awalnya, BFO berada di bawah kendali Belanda. Namun makin lama badan
ini makin bertindak netral, tidak lagi semata-mata memihak Belanda. Prokontra tentang negara-negara federal inilah yang kerap juga menimbulkan
pertentangan.
Sedangkan pemberontakan PRRI dan Permesta merupakan perlawanan
yang terjadi akibat adanya ketidakpuasan beberapa daerah di wilayah
Indonesia terhadap kebijakan pemerintahan pusat, yang dinilai tidak adil dan
semakin condong ke kiri (komunis).
TUGAS
Buatlah kelompok yang terdiri atas 2-3 orang. Kemudian buat peta konsep
(mind mapping) mengenai bentuk-bentuk ancaman disintegrasi bangsa, yang
terjadi dalam sejarah Indonesia pada 1948-1965.
Sekarang mari kita bahassatu persatu konflik atau pergolakan yang terjadi
di Indonesia pada 1948-1965, yang berhubungan dengan ketiga hal tersebut.
1. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Ideologi.
a) Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) Madiun
Selain Partai Nasional Indonesia (PNI), PKI merupakan partai politik
pertama yang didirikan sesudah proklamasi. Meski demikian, PKI bukanlah
partai baru, karena telah ada sejak zaman pergerakan nasional sebelum
dibekukan oleh pemerintah Hindia Belanda akibat memberontak pada tahun
1926.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 9
Sejak merdeka sampai awal tahun 1948, PKI masih bersikap mendukung
pemerintah, yang kebetulan memang dikuasai oleh golongan kiri. Hal ini
terkait dengan Doktrin Dimitrov, yang menyatakan bahwa gerakan komunis
harus bekerja sama dengan kapitalis dalam rangka menghadapi kekuatan
fasis. Namun ketika golongan kiri terlempar dari pemerintahan, PKI menjadi
partai oposisi dan bergabung dengan partai serta organisasi kiri lainnya dalam
Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang didirikan Amir Syarifuddin pada bulan
Februari 1948. Pada awal September 1948 pimpinan PKI dipegang Muso.
Ia membawa berita bahwa Doktrin Dimitrov telah diganti dengan Doktrin
Zhdanov dimana komunis harus bekerja sama dengan golongan nasionalisprogresif untuk menghadapi golongan kapitalis borjuis. Muso lalu membawa
PKI ke dalam pemberontakan bersenjata yang dicetuskan di Madiun pada
tanggal 18 September 1948 (Taufik Abdullah dan AB Lapian, 2012).
Mengapa PKI memberontak? Alasan utamanya tentu bersifat ideologis, di
mana mereka memiliki cita-cita ingin menjadikan Indonesia sebagai negara
komunis. Berbagai upaya dilakukan oleh PKI untuk meraih kekuasaan. Di
bawah pimpinan Musso, PKI berhasil menarik partai dan organisasi kiri dalam
FDR bergabung ke dalam PKI. Partai ini lalu mendorong dilakukannya berbagai
demonstrasi dan pemogokan kaum buruh dan petani. Sebagian kekuatankekuatan bersenjata juga berhasil masuk dalam pengaruh mereka. Muso juga
kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengecam pemerintah dan
membahayakan strategi diplomasi Indonesia melawan Belanda yang ditengahi
Amerika Serikat (AS). Pernyataan Muso lebih menunjukkan keberpihakannya
pada Uni Soviet yang komunis.
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya diplomasi dengan
Muso, bahkan sampai mengikutsertakan tokoh-tokoh kiri yang lain, yaitu Tan
Malaka, untuk meredam gerak ofensif PKI Muso. Namun kondisi politik sudah
terlampau panas, sehingga pada pertengahan September 1948, pertempuran
antara kekuatan-kekuatan bersenjata yang memihak PKI dengan TNI mulai
meletus. PKI kemudian memusatkan kekuatannya di Madiun. Pada tanggal
18 September 1948, Muso memproklamirkan Republik Soviet Indonesia.
Presiden Soekarno segera bereaksi, dan berpidato di RRI Yogjakarta:
“…Saudara-saudara! Camkan benar apa artinja itu: Negara Republik
Indonesia jang kita tjintai, hendak direbut oleh PKI Muso. Kemarin pagi PKI
Muso, mengadakan coup, mengadakan perampasan kekuasaan di Madiun dan
mendirikan di sana suatu pemerintahan Sovyet, di bawah pimpinan Muso.
Perampasan ini mereka pandang sebagai permulaan untuk merebut seluruh
Pemerintahan Republik Indonesia.
Di unduh dari : Bukupaket.com
10 Kelas XII SMA/MA
…Saudara-saudara, camkanlah benar-benar apa artinja jang telah terdjadi itu.
Negara Republik Indonesia hendak direbut oleh PKI Muso!
Rakjat jang kutjinta ! Atas nama perdjuangan untuk Indonesia Merdeka, aku
berseru kepadamu: “Pada saat jang begini genting, di mana engkau dan kita
sekalian mengalami percobaan jang sebesar-besarnja dalam menentukan
nasib kita sendiri, bagimu adalah pilihan antara dua: ikut Muso dengan PKInja jang akan membawa bangkrutnja cita-cita Indonesia Merdeka, atau ikut
Soekarno-Hatta, jang Insya Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin
Negara Republik Indonesia jang merdeka, tidak didjadjah oleh negeri apa pun
djuga.
…Buruh jang djudjur, tani jang djudjur, pemuda jang djudjur, rakyat jang
djudjur, djanganlah memberikan bantuan kepada kaum pengatjau itu. Djangan
tertarik siulan mereka! …Dengarlah, betapa djahatnja rentjana mereka itu!
(Daud Sinyal, 1996).
Di awal pemberontakan, pembunuhan terhadap pejabat pemerintah dan
para pemimpin partai yang antikomunis terjadi. Kaum santri juga menjadi
korban. Tetapi pasukan pemerintah yang dipelopori Divisi Siliwangi
kemudian berhasil mendesak mundur pemberontak. Puncaknya adalah ketika
Muso tewas tertembak. Amir Syarifuddin juga tertangkap. Ia akhirnya dijatuhi
hukuman mati. Tokoh-tokoh muda PKI seperti Aidit dan Lukman berhasil
melarikan diri. Merekalah yang kelak di tahun 1965, berhasil menjadikan
PKI kembali menjadi partai besar di Indonesia sebelum terjadinya peristiwa
Gerakan 30 September 1965. Ribuan orang tewas dan ditangkap pemerintah
akibat pemberontakan Madiun ini. PKI gagal mengambil alih kekuasaan.
Dari kisah di atas, apa hal terpenting dari peristiwa pemberontakan PKI di
Madiun ini bagi sejarah Indonesia kemudian?
Pertama, upaya membentuk tentara Indonesia yang lebih profesional
menguat sejak pemberontakan tersebut. Berbagai laskar dan kekuatan
bersenjata “liar” berhasil didemobilisasi (dibubarkan). Dari sisi perjuangan
diplomasi,simpatiAS sebagai penengah dalam konflik dan perundingan antara
Indonesia dengan Belanda perlahan berubah menjadi dukungan terhadap
Indonesia, meskipun hal ini tidak juga bisa dilepaskan dari strategi global AS
dalam menghadapi ancaman komunisme.
Tetapi hal terpenting lain juga perlu dicatat. Bahwa konflik yang terjadi
berdampak pula pada banyaknya korban yang timbul. Ketidakbersatuan
bangsa Indonesia yang tampak dalam peristiwa ini juga dimanfaatkan oleh
Belanda yang mengira Indonesia lemah, untuk kemudian melancarkan agresi
militernya yang kedua pada Desember 1948.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 11
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Gambar 1.2 Muso dan Amir Syarifudin
b) Pemberontakan DI/TII
Cikal bakal pemberontakan DI/TII yang meluas di beberapa wilayah
Indonesia bermula dari sebuah gerakan di Jawa Barat yang dipimpin oleh
S.M. Kartosuwiryo. Ia dulu adalah salah seorang tokoh Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII). Perjanjian Renville membuka peluang bagi Kartosuwiryo
untuk lebih mendekatkan cita-cita lamanya untuk mendirikan negara Islam.
Salah satu keputusan Renville adalah pasukan RI dari daerah-daerah yang
berada di dalam garis van Mook harus pindah ke daerah yang dikuasai RI.
Divisi Siliwangi dipindahkan ke Jawa Tengah karena Jawa Barat dijadikan
negara bagian Pasundan oleh Belanda. Akan tetapi laskar bersenjata Hizbullah
dan Sabilillah yang telah berada di bawah pengaruh Kartosuwiryo tidak
bersedia pindah dan malah membentuk Tentara Islam Indonesia (TII). Vakum
(kosong)-nya kekuasaan RI di Jawa Barat segera dimanfaatkan Kartosuwiryo.
Meski awalnya ia memimpin perjuangan melawan Belanda dalam rangka
menunjang perjuangan RI, namun akhirnya perjuangan tersebut beralih
menjadi perjuangan untuk merealisasikan cita-citanya. Ia lalu menyatakan
pembentukan Darul Islam (negara Islam/DI) dengan dukungan TII, di Jawa
Barat pada Agustus 1948.
Persoalan timbul ketika pasukan Siliwangi kembali balik ke Jawa Barat.
Kartosuwiryo tidak mau mengakui tentara RI tersebut kecuali mereka mau
bergabung dengan DI/TII. Ini sama saja Kartosuwiryo dengan DI/TII nya
tidak mau mengakui pemerintah RI di Jawa Barat. Maka pemerintah pun
bersikap tegas. Meski upaya menanggulangi DI/TII Jawa Barat pada awalnya
terlihat belum dilakukan secara terarah, namun sejak 1959, pemerintah mulai
melakukan operasi militer.
Gambar di samping adalah tokoh
“kiri” yang memiliki kaitan dengan
pemberontakan PKI di Madiun.
Carilah informasi dari berbagai
sumber mengenai peran kedua tokoh
PKI tersebut dalam Pemberontakan
PKI Madiun tahun 1948. Jelaskan
pula, tindakan apa yang dilakukan
oleh Pemerintah untuk memadamkan
pemberontakan tersebut, dan apa akibat
yang ditimbulkan oleh Pemberontakan
PKI Madiun yang berkait dengan
penderitaan rakyat!
Di unduh dari : Bukupaket.com
12 Kelas XII SMA/MA
Operasi terpadu “Pagar Betis” digelar, di mana tentara pemerintah
menyertakan juga masyarakat untuk mengepung tempat-tempat pasukan DI/
TII berada. Tujuan taktik ini adalah untuk mempersempit ruang gerak dan
memotong arus perbekalan pasukan lawan. Selain itu diadakan pula operasi
tempur dengan sasaran langsung basis-basis pasukan DI/TII. Melalui operasi
ini pula Kartosuwiryo berhasil ditangkap pada tahun 1962. Ia lalu dijatuhi
hukuman mati, yang menandai pula berakhirnya pemberontakan DI/TII
Kartosuwiryo.
Di Jawa Tengah, awal kasusnya juga mirip, di mana akibat persetujuan
Renville daerah Pekalongan-Brebes-Tegal ditinggalkan TNI (Tentara Nasional
Indonesia) dan aparat pemerintahan. Terjadi kevakuman di wilayah ini dan
Amir Fatah beserta pasukan Hizbullah yang tidak mau di-TNI-kan segera
mengambil alih.
Saat pasukan TNI kemudian balik kembali ke wilayah tersebut setelah
Belanda melakukan agresi militernya yang kedua, sebenarnya telah terjadi
kesepakatan antara Amir Fatah dan pasukannya dengan pasukan TNI. Amir
Fatah bahkan diangkat sebagai koordinator pasukan di daerah operasi Tegal
dan Brebes. Namun terjadi ketegangan karena berbagai persoalan antara
pasukan Amir Fatah dengan TNI sering timbul kembali. Amir Fatah pun
semakin berubah pikiran setelah utusan Kartosuwiryo datang menemuinya
lalu mengangkatnya sebagai Panglima TII Jawa Tengah. Ia bahkan kemudian
ikut memproklamirkan berdirinya Negara Islam di Jawa Tengah. Sejak itu
terjadi kekacauan dan konflik terbuka antara pasukan Amir Fatah dengan
pasukan TNI.
Tetapi berbeda dengan DI/TII di Jawa Barat, perlawanan Amir Fatah tidak
terlalu lama. Kurangnya dukungan dari penduduk membuat perlawanannya
cepat berakhir. Desember 1951, ia menyerah.
Selain Amir Fatah, di Jawa Tengah juga timbul pemberontakan lain yang
dipimpin oleh Kiai Haji Machfudz atau yang dikenal sebagai Kyai Sumolangu.
Ia didukung oleh laskar bersenjata Angkatan Umat Islam (AUI) yang sejak
didirikan memang berkeinginan menciptakan suatu negara Indonesia yang
berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Meski demikian, dalam perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan, awalnya AUI bahu membahu dengan Tentara
Republik dalam menghadapi Belanda. Wilayah operasional AUI berada di
daerah Kebumen dan daerah sekitar pantai selatan Jawa Tengah.
Namun kerja sama antara AUI dengan Tentara RI mulai pecah ketika
pemerintah hendak melakukan demobilisasi AUI. Ajakan pemerintah untuk
berunding ditolak Kyai Sumolangu. Pada akhir Juli 1950 Kyai Sumolangu
melakukan pemberontakan. Sesudah sebulan bertempur, tentara RI berhasil
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 13
menumpas pemberontakan ini. Ratusan pemberontak dinyatakan tewas
dan sebagian besar berhasil ditawan. Sebagian lainnya melarikan diri dan
bergabung dengan pasukan TII di Brebes dan Tegal. Akibat pemberontakan ini
kehancuran yang diderita di Kebumen besar sekali. Ribuan rakyat mengungsi
dan ratusan orang ikut terbunuh. Selain itu desa-desa juga mengalami
kerusakan berat.
Pemberontakan Darul Islam di Jawa Tengah lainnya juga dilakukan
oleh Batalyon 426 dari Divisi Diponegoro Jawa Tengah. Ini adalah tentara
Indonesia yang anggota-anggotanya berasal dari laskar Hizbullah. Simpati
dan kerja sama mereka dengan Darul Islam pun jadinya tampak karena DI/TII
juga berbasis pasukan laskar Hizbullah. Cakupan wilayah gerakan Batalyon
426 dalam pertempuran dengan pasukan RI adalah Kudus, Klaten, hingga
Surakarta.Walaupun dianggap kuat dan membahayakan, namun hanya dalam
beberapa bulan saja, pemberontakan Batalyon 426 ini juga berhasil ditumpas.
Selain di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pemberontakan DI/TII terjadi pula
di Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Kahar Muzakkar. Pada
tahap awal, pemberontakan ini lebih disebabkan akibat ketidakpuasan para
bekas pejuang gerilya kemerdekaan terhadap kebijakan pemerintah dalam
membentuk Tentara Republik dan demobilisasi yang dilakukan di Sulawesi
Selatan. Namun beberapa tahun kemudian pemberontakan malah beralih
dengan bergabungnya mereka ke dalam DI/TII Kartosuwiryo.
Tokoh Kahar Muzakkar sendiri pada masa perang kemerdekaan pernah
berjuang di Jawa bahkan menjadi komandan Komando Grup Sulawesi Selatan
yang bermarkas di Yogyakarta. Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949 ia
lalu ditugaskan ke daerah asalnya untuk membantu menyelesaikan persoalan
tentang Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) di sana. KGSS dibentuk
sewaktu perang kemerdekaan dan berkekuatan 16 batalyon atau satu divisi.
Pemerintah ingin agar kesatuan ini dibubarkan lebih dahulu untuk kemudian
dilakukan reorganisasi tentara kembali. Semua itu dalam rangka penataan
ketentaraan. Namun anggota KGSS menolaknya.
Begitu tiba, Kahar Muzakkar diangkat oleh Panglima Tentara Indonesia
Timur menjadi koordinator KGSS, agar mudah menyelesaikan persoalan.
Namun Kahar Muzakkar malah menuntut kepada Panglimanya agar KGSS
bukan dibubarkan, melainkan minta agar seluruh anggota KGSS dijadikan
tentara dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan ini langsung ditolak
karena pemerintah berkebijakan hanya akan menerima anggota KGSS
yang memenuhi syarat sebagai tentara dan lulus seleksi. Kahar Muzakkar
tidak menerima kebijakan ini dan memilih berontak diikuti oleh pasukan
pengikutnya.
Di unduh dari : Bukupaket.com
14 Kelas XII SMA/MA
Selama masa pemberontakan, Kahar Muzakkar pada tanggal 7
Agustus 1953 menyatakan diri sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia
Kartosuwiryo. Pemberontakan yang dilakukan Kahar memang memerlukan
waktu lama untuk menumpasnya. Pemberontakan baru berakhir pada tahun
1965. Di tahun itu, Kahar Muzakkar tewas tertembak dalam suatu penyergapan.
Pemberontakan yang berkait dengan DI/TII juga terjadi di Kalimantan
Selatan. Namun dibandingkan dengan gerakan DI/TII yang lain, ini adalah
pemberontakan yang relatif kecil, dimana pemberontak tidak menguasai daerah
yang luas dan pergerakan pasukan yang besar. Meski begitu, pemberontakan
berlangsung lama dan berlarut-larut hingga tahun 1963 saat Ibnu Hajar,
pemimpinnya, tertangkap.
Timbulnya pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan ini sesungguhnya
bisa ditelusuri hingga tahun 1948 saat Angkatan Laut Republik Indonesia
(ALRI) Divisi IV, sebagai pasukan utama Indonesia dalam menghadapi
Belanda di Kalimantan Selatan, telah tumbuh menjadi tentara yang kuat dan
berpengaruh di wilayah tersebut. Namun ketika penataan ketentaraan mulai
dilakukan di Kalimantan Selatan oleh pemerintah pusat di Jawa, tidak sedikit
anggota ALRI Divisi IV yang merasa kecewa karena diantara mereka ada
yang harus didemobilisasi atau mendapatkan posisi yang tidak sesuai dengan
keinginan mereka. Suasana mulai resah dan keamanan di Kalimantan Selatan
mulai terganggu. Penangkapan-penangkapan terhadap mantan anggota ALRI
Divisi IV terjadi. Salah satu alasannya adalah karena diantara mereka ada yang
mencoba menghasut mantan anggota ALRI yang lain untuk memberontak.
Diantara para pembelot mantan anggota ALRI Divisi IV adalah Letnan
Dua Ibnu Hajar. Dikenalsebagai figur berwatak keras, dengan cepat ia berhasil
mengumpulkan pengikut, terutama di kalangan anggota ALRI Divisi IV yang
kecewa terhadap pemerintah. Ibnu Hajar bahkan menamai pasukan barunya
sebagai Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas (KRIyT). Kerusuhan
segera saja terjadi. Berbagai penyelesaian damai coba dilakukan pemerintah,
namun upaya ini terus mengalami kegagalan. Pemberontakan pun pecah.
Akhir tahun 1954, Ibnu Hajar memilih untuk bergabung dengan
pemerintahan DI/TII Kartosuwiryo, yang menawarkan kepadanya jabatan
dalam pemerintahan DI/TII sekaligus Panglima TII Kalimantan. Konflik
dengan tentara Republik pun tetap terus berlangsung bertahun-tahun. Baru
pada tahun 1963, Ibnu Hajar menyerah. Ia berharap mendapat pengampunan.
Namun pengadilan militer menjatuhinya hukuman mati.
Daerah pemberontakan DI/TII berikutnya adalah Aceh. Ada sebab dan
akhir yang berbeda antara pemberontakan di daerah ini dengan daerah-daerah
DI/TII lainnya.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 15
Di Aceh, pemicu langsung pecahnya pemberontakan adalah ketika pada
tahun 1950 pemerintah menetapkan wilayah Aceh sebagai bagian dari propinsi
Sumatera Utara. Para ulama Aceh yang tergabung dalam Persatuan Ulama
Seluruh Aceh (PUSA) menolak hal ini. Bagi mereka, pemerintah terlihat tidak
menghargai masyarakat Aceh yang telah berjuang membela republik. Mereka
menuntut agar Aceh memiliki otonomi sendiri dan mengancam akan bertindak
bila tuntutan mereka tak dipenuhi. Tokoh terdepan PUSA dalam hal ini adalah
Daud Beureuh.
Pemerintah pusat kemudian berupaya menempuh jalan pertemuan. Wakil
Presiden M. Hatta (1950), Perdana Menteri M. Natsir (1951), bahkan Soekarno
(1953) menyempatkan diri ke Aceh untuk menyelesaikan persoalan ini, namun
mengalami kegagalan. Akhirnya pada tahun 1953, setelah Daud Beureuh
melakukan kontak dengan Kartosuwiryo, ia menyatakan Aceh sebagai bagian
dari Negara Islam Indonesia yang dipimpin Kartosuwiryo.
Konflik antara pengikut Daud Beureuh dengan tentara RI pun berkecamuk
dan tak menentu selama beberapa tahun, sebelum akhirnya pemerintah
mengakomodasi dan menjadikan Aceh sebagai daerah istimewa pada tahun
1959. Tiga tahun setelah itu Daud Beureuh kembali dari pertempuran yang
telah selesai. Ia mendapat pengampunan.
Sumber: disarikan dari berbagai sumber
Gambar 1.3 Tokoh DI/TII
Perhatikan gambar di atas! Carilah informasi mengenai tokohtokoh pemberontakan DI/TII dalam gambar tersebut. Jelaskan pula
secara tertulis, tindakan apa yang dilakukan oleh Pemerintah untuk
memadamkan pemberontakan DI/TII, dan apa akibat yang ditimbulkan
oleh pemberontakan tersebut yang berkait dengan penderitaan rakyat!
1
5 4
1. S. M. Kartosuwiryo
2. Amir Fatah (paling kana)
3. Kahar Muzakkar
4. Ibnu Hajar
5. Daud Beureuh
Di unduh dari : Bukupaket.com
16 Kelas XII SMA/MA
c) Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)
Inilah peristiwa yang hingga kini masih menyimpan kontroversi. Utamanya
adalah yang berhubungan dengan pertanyaan “Siapa dalang Gerakan 30
September 1965 sebenarnya?”
Setidaknya terdapat tujuh teori mengenai peristiwa kudeta G30S tahun
1965 ini:
1) Gerakan 30 September merupakan Persoalan Internal Angkatan
Darat (AD).
Dikemukakan antara lain oleh Ben Anderson, W.F.Wertheim, dan Coen
Hotsapel, teori ini menyatakan bahwa G30S hanyalah peristiwa yang
timbul akibat adanya persoalan di kalangan AD sendiri. Hal ini misalnya
didasarkan pada pernyataan pemimpin Gerakan, yaitu Letnan Kolonel
Untung yang menyatakan bahwa para pemimpin AD hidup bermewahmewahan dan memperkaya diri sehingga mencemarkan nama baik AD.
Pendapat seperti ini sebenarnya berlawanan dengan kenyataan yang ada.
Jenderal Nasution misalnya, Panglima Angkatan Bersenjata ini justru
hidupnya sederhana.
2) Dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen Amerika
Serikat (CIA).
Teori ini berasal antara lain dari tulisan Peter Dale Scott atau Geoffrey
Robinson. Menurut teori ini AS sangat khawatir Indonesia jatuh ke tangan
komunis. PKI pada masa itu memang tengah kuat-kuatnya menanamkan
pengaruh di Indonesia. Karena itu CIA kemudian bekerjasama dengan
suatu kelompok dalam tubuh AD untuk memprovokasi PKI agar
melakukan gerakan kudeta. Setelah itu, ganti PKI yang dihancurkan.
Tujuan akhir skenario CIA ini adalah menjatuhkan kekuasaan Soekarno.
3) Gerakan 30 September merupakan Pertemuan antara Kepentingan
Inggris-AS.
Menurut teori ini G30S adalah titik temu antara keinginan Inggris yang
ingin sikap konfrontatif Soekarno terhadap Malaysia bisa diakhiri melalui
penggulingan kekuasaan Soekarno, dengan keinginan AS agar Indonesia
terbebas dari komunisme. Dimasa itu, Soekarno memang tengah gencar
melancarkan provokasi menyerang Malaysia yang dikatakannya sebagai
negara boneka Inggris. Teori dikemukakan antara lain oleh Greg Poulgrain.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 17
4) Soekarno adalah Dalang Gerakan 30 September.
Teori yang dikemukakan antara lain oleh Anthony Dake dan John Hughes
ini beranjak dari asumsi bahwa Soekarno berkeinginan melenyapkan
kekuatan oposisi terhadap dirinya, yang berasal dari sebagian perwira
tinggi AD. Karena PKI dekat dengan Soekarno, partai inipun terseret.
Dasar teori ini antara lain berasal dari kesaksian Shri Biju Patnaik,
seorang pilot asal India yang menjadi sahabat banyak pejabat Indonesia
sejak masa revolusi. Ia mengatakan bahwa pada 30 September 1965
tengah malam Soekarno memintanya untuk meninggalkan Jakarta
sebelum subuh. Menurut Patnaik, Soekarno berkata “sesudah itu saya
akan menutup lapangan terbang”. Di sini Soekarno seakan tahu bahwa
akan ada “peristiwa besar” esok harinya.
Namun teori ini dilemahkan antara lain dengan tindakan Soekarno yang
ternyata kemudian menolak mendukung G30S. Bahkan pada 6 Oktober
1965, dalam sidang Kabinet Dwikora di Bogor, ia mengutuk gerakan ini.
5) Tidak ada Pemeran Tunggal dan Skenario Besar dalam Peristiwa
Gerakan 30 September (Teori Chaos).
Dikemukakan antara lain oleh John D. Legge, teori ini menyatakan bahwa
tidak ada dalang tunggal dan tidak ada skenario besar dalam G30S.
Kejadian ini hanya merupakan hasil dari perpaduan antara, seperti yang
disebut Soekarno: “unsur-unsur Nekolim (negara Barat), pimpinan PKI
yang keblinger serta oknum-oknum ABRI yang tidak benar”. Semuanya
pecah dalam improvisasi di lapangan.
6) Soeharto sebagai Dalang Gerakan 30 September
Pendapat yang menyatakan bahwa Soeharto adalah dalang Gerakan 30
September antara lain dikemukakan oleh Brian May dalam bukunya,
“Indonesian Tragedy”. Menurut Brian May terdapat kedekatan hubungan
antara Letkol. Untung sebagai pemimpin Gerakan 30 September 1965
dengan Mayjen. Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima
Kostrad.
7) Dalang Gerakan 30 September adalah PKI
Menurut teori ini tokoh-tokoh PKI adalah penanggungjawab peristiwa
kudeta, dengan cara memperalat unsur-unsur tentara. Dasarnya adalah
serangkaian kejadian dan aksi yang telah dilancarkan PKI antara
tahun 1959-1965. Dasar lainnya adalah bahwa setelah G30S, beberapa
perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan
diri CC PKI sempat terjadi di Blitar Selatan, Grobogan, dan Klaten.
Di unduh dari : Bukupaket.com
18 Kelas XII SMA/MA
Teori yang dikemukakan antara lain oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail
Saleh ini merupakan teori yang paling umum didengar mengenai kudeta
tanggal 30 September 1965.
Namun terlepas dari teori mana yang benar mengenai peristiwa G30S, yang
pasti sejak Demokrasi Terpimpin secara resmi dimulai pada tahun 1959,
Indonesia memang diwarnai dengan figur Soekarno yang menampilkan
dirinya sebagai penguasa tunggal di Indonesia. Ia juga menjadi kekuatan
penengah di antara dua kelompok politik besar yang saling bersaing dan
terkurung dalam pertentangan yang tidak terdamaikan saat itu: AD dengan
PKI.
Juli 1960 misalnya, PKI melancarkan kecaman-kecaman terhadap kabinet
dan tentara. Ketika tentara bereaksi, Soekarno segera turun tangan hingga
persoalan ini sementara selesai. Hal ini kemudian malah membuat
hubungan Soekarno dengan PKI kian dekat (Crouch, 1999 dan Ricklefs,
2010).
Bulan Agustus 1960 Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang
merupakan partai pesaing PKI, dibubarkan pemerintah. PKI pun semakin
giat melakukan mobilisasi massa untuk meningkatkan pengaruh dan
memperbanyak anggota. Partai-partai lain seperti NU dan PNI hingga saat
itu praktis telah dilumpuhkan (Feith, 1998).
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Gambar 1.4 Data PKI Menjelang G30S/PKI
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 19
Di tingkat pusat, PKI mulai berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
duduk dalam kabinet. Mungkin PKI merasa kedudukannya sudah
cukup kuat. Pada tahun-tahun sebelumnya partai ini umumnya hanya
melancarkan kritik terhadap pemerintah khususnya para menteri yang
memiliki pandangan politik berbeda dengan mereka.
Di bidang kebudayaan, saat sekelompok cendekiawan anti-PKI
memproklamasikan Manifesto Kebudayaan (Manikebu) yang tidak ingin
kebudayaan nasional didominasi oleh suatu ideologi politik tertentu
(misalnya komunis), Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang pro PKI
segera mengecam keras. Soekarno ternyata menyepakati kecaman itu.
Tidak sampai satu tahun usianya, Manikebu dilarang pemerintah.
Sedangkan di daerah, persoalan-persoalan yang muncul tampaknya
malah lebih pelik lagi karena bersinggungan dengan konflik yang lebih
radikal. Hal ini sebagian merupakan akibat dari masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh program di bidang agraria (landreform/UU Pokok
Agraria 1960), dimana PKI segera melancarkan apa yang disebut sebagai
kampanye aksi sepihak. Aksi ini merupakan upaya mengambil alih tanah
milik pihak-pihak mapan di desa dengan paksa dan menolak janji-janji
bagi hasil yang lama. “Tujuh Setan Desa” karenanya dirumuskan oleh
PKI, yang terdiri dari tuan tanah jahat, lintah darat, tukang ijon, tengkulak
jahat, kapitalis birokrat desa, pejabat desa jahat dan bandit desa. “Setan
Desa”menurut versi PKI ini, menurut Tornquist, ujung-ujungnya merujuk
pada para pemilik tanah (Tornquist, 2011).
Adegan-adegan protes pun berlangsung bahkan radikalisme dipraktikkan
hingga upaya menurunkan lurah serta aksi protes terhadap para sesepuh
desa. Dalam aksi pengambilalihan tanah --terutama di Jawa Tengah dan
Jawa Timur, juga Bali, Jawa Barat dan Sumatera Utara-- massa PKI-pun
terlibat dalam pertentangan yang sengit dengan, tentu saja, para tuan tanah,
juga kaum birokrat dan para pengelola yang berasal dari kalangan tentara.
Para tuan tanah kebetulan pula kebanyakan berasal dari kalangan muslim
yang taat dan pendukung PNI. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan
PKI, khususnya di Jawa Timur, segera saja berhadapan muka dengan para
santri NU.
Di kota-kota tindakan liar juga bukan tidak terjadi. Ini misalnya tergambar
dalam cerita mengenai istri seorang dokter terkenal di Solo, yang akan
pergi ke suatu resepsi. Ia, yang mengenakan kebaya lengkap dengan
sanggul besar dan sepatu hak tinggi, digiring oleh ratusan tukang becak
Di unduh dari : Bukupaket.com
20 Kelas XII SMA/MA
di tengah terik matahari ke kantor polisi untuk menyelesaikan pertikaian
harga becak. Adegan serupa pernah juga terjadi di berbagai kota. Ada pula
para kepala desa yang sudah tua disidangkan di depan pengadilan rakyat
(Ong Hok Ham,1999).
Selama tahun 1964, perlawanan terhadap aksi sepihak semakin lama
semakin kuat. Kekerasan jadinya semakin kerap terjadi. Di Jawa Timur
tindak balasan anti PKI dipelopori oleh kelompok pemuda NU, yaitu
Ansor.
Hubungan Angkatan Darat dengan PKI sendiri pada masa itu juga kian
memanas. Sindiran dan kritik kerap dilontarkan para petinggi PKI
terhadap AD.
Pada bulan-bulan awal tahun 1965 PKI “menyerang” para pejabat
anti PKI dengan menuduhnya sebagai kapitalis birokrat yang korup.
Demonstrasi-demonstrasi juga dilakukan untuk menuntut pembubaran
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Maka hingga pertengahan tahun
1965 atau sebelum pecah kudeta di awal Oktober, kekuatan politik di
ibukota tampaknya sudah semakin bergeser ke kiri. PKI kian berada di
atas angin dengan perjuangan partai yang semakin intensif.
TUGAS
Buat analisa, apa rencana PKI di balik usul tersebut,
dan apa akibat yang ditimbulkan dengan adanya usulan
PKI tentang dipersenjatainya petani dan buruh bagi
masyarakat Indonesia pada masa itu !
Usul pembentukan angkatan ke-5 selain AD-AUAL-AK yang dikemukakan oleh PKI pada Januari
1965, diakui memang semakin memperkeruh suasana
terutama dalam hubungan antara PKI dan TNI AD.
Tentara telah membayangkan bagaimana 21 juta
petani dan buruh bersenjata, bebas dari pengawasan
mereka.
Bagi para petinggi militer gagasan ini bisa berarti
pengukuhan aksi politik yang matang, bermuara pada
dominasi PKI yang hendak mendirikan pemerintahan
Sumber: 30 Tahun Indonesia
Merdeka
Gambar 1.5 Berita
koran di tahun
1965 mengenai
usulan PKI untuk
mempersenjatai
buruh dan petani
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 21
komunis yang pro-RRC (Republik Rakyat Cina yang komunis) di
Indonesia (Southwood dan Flanagan, 2013). Usulan ini akhirnya memang
gagal direalisasikan.
PKI lalu meniupkan isu tentang adanya Dewan Jenderal di tubuh AD yang
tengah mempersiapkan suatu kudeta. Di sini, PKI menyodorkan “Dokumen
Gilchrist” yang ditandatangani Duta Besar Inggris di Indonesia. Isi
dokumen ditafsirkan sebagai isyarat adanya operasi dari pihak Inggris-AS
dengan melibatkan our local army friend (kawan-kawan kita dari tentara
setempat) untuk melakukan kudeta. Meski kebenaran isi dokumen ini
diragukan dan Jenderal Ahmad Yani kemudian menyanggah keberadaan
Dewan Jenderal ini saat Presiden Soekarno bertanya kepadanya, namun
pertentangan PKI dengan Angkatan Darat kini tampaknya telah mencapai
level yang akut. Pada bulan Mei 1965, Pelda. Sujono yang berusaha
menghentikan penyerobotan tanah perkebunan tewas dibunuh sekelompok
orang dari BTI dalam peristiwa Bandar Betsy di Sumatera Utara. Jenderal
Yani segera menuntut agar mereka yang terlibat dalam peristiwa Bandar
Betsy diadili. Sikap tegasnya didukung penuh oleh organisasi-organisasi
Islam, Protestan, dan Katolik.
Sementara itu di Mantingan, PKI berusaha mengambil paksa tanah wakaf
Pondok Modern Gontor seluas 160 hektar (Ambarwulan dan Kasdi dalam
TaufikAbdullah, ed., 2012: 139). Sebuah tindakan yang tentu saja semakin
membuat marah kalangan Islam. Apalagi empat bulan sebelumnya telah
terjadi peristiwa Kanigoro Kediri, dimana BTI telah membuat kacau
peserta mental Training Pelajar Islam Indonesia dan memasuki tempat
ibadah saat subuh tanpa melepas alas kaki yang penuh lumpur lalu
melecehkan Al Quran.
Suasana pertentangan antara PKI dengan AD dan golongan lain non PKI
pun telah sedemikian panasnya menjelang tanggal 30 September 1965.
Apalagi pada bulan Juli sebelumnya Soekarno tiba-tiba jatuh sakit. Tim
dokter Cina yang didatangkan DN Aidit untuk memeriksa Soekarno
menyimpulkan bahwa presiden RI tersebut kemungkinan akan meninggal
atau lumpuh. Maka dalam rapat Politbiro PKI tanggal 28 September 1965,
pimpinan PKI pun memutuskan untuk bergerak.
Dipimpin Letnan Kolonel Untung, perwira yang dekat dengan PKI,
pasukan pemberontak melaksanakan “Gerakan 30 September” dengan
menculik dan membunuh para jenderal dan perwira di pagi buta tanggal 1
Oktober 1965. Jenazah para korban lalu dimasukkan ke dalam sumur tua
di daerah Lubang Buaya Jakarta. Mereka adalah : Letnan Jenderal Ahmad
Yani (Menteri/Panglima AD), Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal
Di unduh dari : Bukupaket.com
22 Kelas XII SMA/MA
Soeprapto, Mayor Jenderal MT. Haryono, Brigadir Jenderal DI Panjaitan,
Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, dan Letnan Satu Pierre Andreas
Tendean. Sedangkan Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos dari
upaya penculikan, namun putrinya Ade Irma Suryani menjadi korban.
Di Yogyakarta Gerakan 30 September juga melakukan penculikan dan
pembunuhan terhadap perwira AD yang anti PKI, yaitu: Kolonel Katamso
dan Letnan Kolonel Sugiono.
Pada berita RRI pagi harinya, Letkol. Untung lalu menyatakan pembentukan
“Dewan Revolusi”, sebuah pengumuman yang membingungkan
masyarakat.
Dalam situasi tak menentu itulah Panglima Komando Strategis Angkatan
Darat (Pangkostrad) Mayor Jenderal Soeharto segera berkeputusan
mengambil alih pimpinan Angkatan Darat, karena Jenderal Ahmad
Yani selaku Men/Pangad saat itu belum diketahui ada dimana. Setelah
berhasil menghimpun pasukan yang masih setia kepada Pancasila, operasi
penumpasan Gerakan 30 September pun segera dilakukan. Bukan saja di
Jakarta, melainkan hingga basis mereka di daerah-daerah lainnya. Dalam
perkembangan berikutnya, ketika diketahui bahwa Gerakan September
ini berhubungan dengan PKI, maka pengejaran terhadap pimpinan dan
pendukung PKI juga terjadi. Bukan saja oleh pasukan yang setia pada
Pancasila tetapi juga dibantu oleh masyarakat yang tidak senang dengan
sepak terjang PKI. G30S/PKI pun berhasil ditumpas, menandai pula
berakhirnya gerakan dari Partai Komunis Indonesia.
TUGAS
Buatlah kelompok yang terdiri atas 2-3 orang, kemudian buatlah rangkuman
mengenai “konflik dan pergolakan yang berkait dengan ideologi”.
2. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Kepentingan.
a) Pemberontakan APRA
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibentuk oleh Kapten Raymond
Westerling pada tahun 1949. Ini adalah milisi bersenjata yang anggotanya
terutama berasal dari tentara Belanda: KNIL, yang tidak setuju dengan
pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) di
Jawa Barat, yang saat itu masih berbentuk negara bagian Pasundan. Basis
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 23
pasukan APRIS di Jawa Barat adalah Divisi Siliwangi. APRA ingin agar
keberadaan negara Pasundan dipertahankan sekaligus menjadikan mereka
sebagai tentara negara federal di Jawa Barat. Karena itu, pada Januari
1950 Westerling mengultimatum pemerintah RIS. Ultimatum ini segera
dijawab Perdana Menteri Hatta dengan memerintahkan penangkapan
terhadap Westerling.
APRA malah bergerak menyerbu kota Bandung secara mendadak dan
melakukan tindakan teror. Puluhan anggota APRIS gugur. Diketahui
pula kemudian kalau APRA bermaksud menyerang Jakarta dan ingin
membunuh antara lain Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IX
dan Kepala APRIS Kolonel T.B. Simatupang. Namun semua itu akhirnya
dapat digagalkan oleh pemerintah. Westerling kemudian melarikan diri ke
Belanda.
TUGAS
Perhatikan potongan gambar di bawah ini!
Tuliskan pendapatmu tentang dampak langsung dari terjadinya
pemberontakan APRA.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka, (Deppen, 1975)
Gambar 1.6 Korban Westerling
Di unduh dari : Bukupaket.com
24 Kelas XII SMA/MA
b) Peristiwa Andi Aziz
Seperti halnya pemberontakan APRA di Bandung, peristiwa Andi Aziz
berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya yang berasal dari
KNIL (pasukan Belanda di Indonesia) terhadap pemerintah Indonesia agar
hanya mereka yang dijadikan pasukan APRIS di Negara Indonesia Timur
(NIT). Ketika akhirnya tentara Indonesia benar-benar didatangkan ke
Sulawesi Selatan dengan tujuan memelihara keamanan, hal ini menyulut
ketidakpuasan di kalangan pasukan Andi Aziz. Ada kekhawatiran
dari kalangan tentara KNIL bahwa mereka akan diperlakukan secara
diskriminatif oleh pimpinan APRIS.
Pasukan KNIL di bawah pimpinan Andi Aziz ini kemudian bereaksi
dengan menduduki beberapa tempat penting, bahkan menawan Panglima
Teritorium (wilayah) Indonesia Timur, Pemerintahpun bertindak tegas
dengan mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel Alex
Kawilarang.
April 1950, pemerintah memerintahkan Andi Aziz agar melapor ke Jakarta
akibat peristiwa tersebut, dan menarik pasukannya dari tempat-tempat
yang telah diduduki, menyerahkan senjata serta membebaskan tawanan
yang telah mereka tangkap. Tenggat waktu melapor adalah 4 x 24 jam.
Namun Andi Aziz ternyata terlambat melapor, sementara pasukannya
telah berontak. Andi Aziz pun segera ditangkap di Jakarta setibanya ia ke
sana dari Makasar. Ia juga kemudian mengakui bahwa aksi yang
dilakukannya berawal dari rasa tidak puas terhadap APRIS. Pasukannya
yang memberontak akhirnya berhasil ditumpas oleh tentara Indonesia di
bawah pimpinan Kolonel Kawilarang.
Carilah informasi tentang
KNIL!
Tuliskan pendapat kalian,
mengapa di negara federal
pasukan KNIL tidak mau
diganti oleh pasukan APRIS!
Sumber Gambar: Atlas Nasional Indonesia
(Bakorsurtanal, 2011)
Gambar 1.7 Pasukan KNIL
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 25
c) Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Sesuai dengan namanya, pemberontakan RMS dilakukan dengan tujuan
memisahkan diri dari Republik Indonesia Serikat dan menggantinya
dengan negara sendiri. Diproklamasikan oleh mantan Jaksa Agung Negara
Indonesia Timur, Dr. Ch.R.S. Soumokil pada April 1950, RMS didukung
oleh mantan pasukan KNIL.
Upaya penyelesaian secara damai awalnya dilakukan oleh pemerintah
Indonesia, yang mengutus dr. Leimena untuk berunding. Namun upaya
ini mengalami kegagalan. Pemerintah pun langsung mengambil tindakan
tegas, dengan melakukan operasi militer di bawah pimpinan Kolonel
Kawilarang.
Kelebihan pasukan KNIL RMS adalah mereka memiliki kualifikasi
sebagai pasukan komando. Konsentrasi kekuatan mereka berada di Pulau
Ambon dengan medan perbentengan alam yang kokoh. Bekas benteng
pertahanan Jepang juga dimanfaatkan oleh pasukan RMS. Oleh karena
medan yang berat ini, selama peristiwa perebutan pulau Ambon oleh
TNI, terjadi pertempuran frontal dan dahsyat dengan saling bertahan dan
menyerang. Meski kota Ambon sebagai ibukota RMS berhasil direbut dan
pemberontakan ini akhirnya ditumpas, namun TNI kehilangan komandan
Letnan Kolonel Slamet Riyadi dan Letnan Kolonel Soediarto yang gugur
tertembak. Soumokil sendiri awalnya berhasil melarikan diri ke pulau
Seram, namun ia akhirnya ditangkap tahun 1963 dan dijatuhi hukuman
mati.
3. Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Sistem
Pemerintahan.
a) Pemberontakan PRRI dan Permesta
Munculnya pemberontakan PRRI dan Permesta bermula dari adanya
persoalan di dalam tubuh Angkatan Darat, berupa kekecewaan atas
minimnya kesejahteraan tentara di Sumatera dan Sulawesi. Hal ini
mendorong beberapa tokoh militer untuk menentang Kepala Staf Angkatan
Darat (KSAD). Persoalan kemudian ternyata malah meluas pada tuntutan
otonomi daerah. Ada ketidakadilan yang dirasakan beberapa tokoh militer
dan sipil di daerah terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil
dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan
dengan pembentukan dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan
tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957, seperti:
Di unduh dari : Bukupaket.com
26 Kelas XII SMA/MA
a) Dewan Banteng di
Sumatera Barat yang
dipimpin oleh Letkol
Ahmad Husein.
b) Dewan Gajah di Sumatera
Utara yang dipimpin
oleh Kolonel Maludin
Simbolon.
c) Dewan Garuda di
Sumatera Selatan yang
dipimpin oleh Letkol.
Barlian.
d) Dewan Manguni di
Sulawesi Utara yang
dipimpin oleh Kolonel
Ventje Sumual.
Dewan-dewan ini bahkan
kemudian mengambil alih
kekuasaan pemerintah daerah
di wilayahnya masingmasing. Beberapa tokoh sipil
dari pusatpun mendukung
mereka bahkan bergabung ke
dalamnya, seperti Syafruddin
Prawiranegara, Burhanuddin
Harahap dan Mohammad
Natsir.
KSAD Abdul Haris Nasution
dan PM Juanda sebenarnya
berusaha mengatasi krisis ini
dengan jalan musyawarah,
namun gagal.
Ahmad Husein lalu mengultimatum pemerintah pusat, menuntut agar
Kabinet Djuanda mengundurkan diri dan menyerahkan mandatnya
kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Krisis
pun akhirnya memuncak ketika pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad
Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka, Deppen, 1975
Gambar 1.8 Allen Pope dalam persidangan,
28 Desember 1959
Allen Lawrence Pope
Pemberontakan PRRI dan Permesta
ternyata melibatkan AS di dalamnya.
Kepentingan AS dalam pemberontakan
ini berkait dengan kekhawatiran negara
tersebut bila Indonesia akan jatuh ke
tangan komunis yang saat itu kian
menguat posisinya di pemerintahan pusat
Jakarta.
Salah satu bukti keterlibatan AS melalui
operasi CIA-nya adalah ketika pesawat
yang dikemudikan pilot Allen Lawrence
Pope berhasil ditembak jatuh.
Coba kalian cari informasi mengenai
kisah Allen Pope ini dalam kaitannya
dengan keterlibatan AS dalam
pemberontakan PRRI dan Permesta.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 27
Republik Indonesia (PRRI) di Padang, Sumatera Barat. Seluruh dewan
perjuangan di Sumatera dianggap mengikuti pemerintahan ini. Sebagai
perdana menteri PRRI ditunjuk Mr. Syafruddin Prawiranegara.
Bagi Syafruddin, pembentukan PRRI hanyalah sebuah upaya untuk
menyelamatkan negara Indonesia, dan bukan memisahkan diri. Apalagi
PKI saat itu mulai memiliki pengaruh besar di pusat. Tokoh-tokoh sipil
yang ikut dalam PRRI sebagian memang berasal dari partai Masyumi
yang dikenal anti PKI.
Berita proklamasi PRRI ternyata disambut dengan antusias pula
oleh para tokoh masyarakat Manado, Sulawesi Utara. Kegagalan
musyawarah dengan pemerintah, menjadikan mereka mendukung PRRI,
mendeklarasikan Permesta sekaligus memutuskan hubungan dengan
pemerintah pusat (Kabinet Juanda).
Pemerintah pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas. Operasi
militer dilakukan untuk menindak pemberontak yang diam-diam ternyata
didukung Amerika Serikat. AS berkepentingan dengan pemberontakan ini
karena kekhawatiran mereka terhadap pemerintah pusat Indonesia yang
bisa saja semakin dipengaruhi komunis. Pada tahun itu juga pemberontakan
PRRI dan Permesta berhasil dipadamkan.
b) Persoalan Negara Federal dan BFO
Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO/
Bijeenkomst voor Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan.
Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang
ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang
ingin Indonesia menjadi negara kesatuan.
Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya,
pertemuan untuk membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil
dari berbagai daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras dari para
politisi pro RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar bahkan
begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi.
Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesia Raya
digunakan atau tidak oleh Negara Indonesia Timur (NIT) juga menjadi
persoalan yang tidak bisa diputuskan dalam konferensi. Kabinet NIT juga
secara tidak langsung ada yang jatuh karena persoalan negara federal ini
(1947).
Di unduh dari : Bukupaket.com
28 Kelas XII SMA/MA
Dalam tubuh BFO juga bukan tidak terjadi pertentangan. Sejak
pembentukannya di Bandung pada bulan Juli 1948, BFO telah terpecah
ke dalam dua kubu. Kelompok pertama menolak kerja sama dengan
Belanda dan lebih memilih RI untuk diajak bekerja sama membentuk
Negara Indonesia Serikat. Kubu ini dipelopori oleh Ide Anak Agung Gde
Agung (NIT) serta R.T. Adil Puradiredja dan R.T. Djumhana (Negara
Pasundan). Kubu kedua dipimpin oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan
dr. T. Mansur (Sumatera Timur). Kelompok ini ingin agar garis kebijakan
bekerja sama dengan Belanda tetap dipertahankan BFO. Ketika Belanda
melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan antara dua kubu ini kian
sengit. Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap terjadi konfrontasi
antara Anak Agung dengan Sultan Hamid II. Di kemudian hari, Sultan
Hamid II ternyata bekerja sama dengan APRA Westerling mempersiapkan
pemberontakan terhadap pemerintah RIS.
Setelah Konferensi Meja Bundar atau KMB (1949), persaingan antara
golongan federalis dan unitaris makin lama makin mengarah pada konflik
terbuka di bidang militer, pembentukan Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat (APRIS) telah menimbulkan masalah psikologis. Salah
satu ketetapan dalam KMB menyebutkan bahwa inti anggota APRIS
diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari personel mantan
anggota KNIL. TNI sebagai inti APRIS berkeberatan bekerja sama dengan
bekas musuhnya, yaitu KNIL. Sebaliknya anggota KNIL menuntut agar
mereka ditetapkan sebagai aparat negara bagian dan mereka menentang
masuknya anggota TNI ke negara bagian (TaufikAbdullah danAB Lapian,
2012.). Kasus APRA Westerling dan mantan pasukan KNIL Andi Aziz
sebagaimana telah dibahas sebelumnya adalah cermin dari pertentangan
ini.
Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pergolakan
bernuansa positif bagi persatuan bangsa juga terjadi. Hal ini terlihat ketika
negara-negara bagian yang keberadaannya ingin dipertahankan setelah
KMB, harus berhadapan dengan tuntutan rakyat yang ingin agar negaranegara bagian tersebut bergabung ke RI.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Sejarah Indonesia 29
KESIMPULAN
1. Potensi disintegrasi bangsa pada masa kini bisa saja benar-benar
terjadi bila bangsa Indonesia tidak menyadari adanya potensi
semacam itu. Karena itulah kita harus selalu waspada dan terus
melakukan upaya untuk menguatkan persatuan bangsa Indonesia.
2. Sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa proses disintegrasi
sangat merugikan. Antara tahun 1948-1965 saja, gejolak yang timbul
karena persoalan ideologi, kepentingan atau berkait dengan sistem
pemerintahan, telah berakibat pada banyaknya kerugian fisik, materi
mental dan tenaga bangsa.
3. Konflik dan pergolakan yang berlangsung di antara bangsa Indonesia
bahkan bukan saja bersifat internal, melainkan juga berpotensi
ikut campurnya bangsa asing pada kepentingan nasional bangsa
Indonesia.
LATIH UJI KOMPETENSI
1. Tuliskan contoh konflik di Indonesia yang berkait dengan vested
interest, yang terjadi antara tahun 1948-1965. Jelaskan!
2. Jelaskan perbedaan latar belakang terjadinya pemberontakan DI/
TII di Jawa Barat dengan DI/TII Aceh!
3. Jelaskan, mengapa sebagian pasukan KNIL tidak mau bergabung
ke dalam APRIS sesuai dengan keputusan yang diambil dalam
perundingan KMB!
4. Tuliskan pendapat kamu mengenai persamaan atau perbedaan
antara latar belakang terjadinya aneka pemberontakan pada
periode 1948-1965, dengan beberapa konflik pusat – daerah pada
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Penyajiam materinya sangat lengkap dan membuat siswa - siswi dapat paham.tentang keterkaitan penjelasan ini di proses KBM
BalasHapus