Selasa, 10 Maret 2020
Materi kelas XI: Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Latar belakang Perjanjian Linggarjati Dilansir dari buku A History of Modern Indonesia Since c. 1300 (2008) karya MC Ricklefs, perundingan Linggarjati terjadi karena Jepang menetapkan status quo di Indonesia, menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda yang salah satunya ditandai Peristiwa 10 November di Surabaya. Pemerintah Inggris selaku penanggung jawab mengundang Indonesia dan Belanda untuk melakukan perundingan di Hooge Veluwe. Namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatan atas Pulau Jawa, Sumatera, dan Madura. Baca juga: Sejarah Papua Nuigini dan Bentuk Bilateral dengan Indonesia Sedangkan Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Pulau Jawa dan Madura saja. Akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirim Lord Killearn ke Indonesia dalam misi menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Tanggal 7 Oktober 1946 di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta, dibuka perundingan antara Indonesia dan Belanda. Dalam perundingan ini akhirnga menghasilkan persetujuan gencatan senjata pada 14 Oktober. Kemudian dilanjutkan dengan Perundingan Linggarjati yang terjadi pada 11 November 1946. Tidak diketahui secara pasti alasan Sutan Syahrir memilih Linggarjati, sebagai tempat pertemuan bersejarah itu. Namun, lingkungan tersebut menawakan panorama indah Gunung Ciremai yang diharapkan mampu meredam otak. Perjanjian Linggarjati selesai pada 15 November 1946 dan baru ditandatangani keduanya pada 25 Maret 1947. Dalam rentang waktu tersebut, para delegasi melakukan perbaikan isi perjanjian agar kedua belah pihak menemui titik temu. Tokoh perjanjian Linggarjati Dalam perjanjian tersebut terdapat beberapa tokoh yang datang sekaligus mewakili masing-masing pihak. Berikut tokoh yang terdapat dalam perjanjian bersejarah tersebut: Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir sebagai ketua. Ditemani oleh A K Gani, Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem. Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn sebagai ketua dan ditemani oleh Max Von Poll, H J van Mook serta F de Baer. Inggris selaku penanggung jawab atau mediator diwakili oleh Lord Killearn. Isi perjanjian Linggarjati Baca juga: Revolusi Mental, Sejarah, Penerapan, dan Capaian Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani pada 25 Maret 1947 tersebut menghasilkan beberapa poin dan pasal, yaitu: Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura Belanda harus meninggalkan wilayah Republik Indonesia selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 1949 Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS harus bergabung dengan negara-begara persemakmuran di bawah Kerajaan Belanda Dampak perjanjian Linggarjati Adanya perjanjian Linggarjati memberikan dampak positif maupun negatif bagi Indonesia. Berikut beberapa dampaknya: Dampak positif Beberapa dampak positifnya, yaitu: Citra Indonesia di mata dunia semakin kuat, dengan adanya pengakuan Belanda terhadap Kemerdekaan Indonesia. Belanda mengakui negara Republik Indonesia atas kuasa Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera secara de facto. Selesainya konflik antara Belanda dan Indonesia. Dampak negatif Beberapa dampak negatif bagi Indonesia, yaitu: Indonesia hanya memiliki wilayah kekuasaan yang kecil. Selain itu Indonesia harus mengikuti persemakmuran Indo-Belanda. Memberikan waktu Belanda untuk mempersiapkan melanjutkan agresi militer. Perjanjian ini ditentang oleh sejumlah masyarakat, seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakjat Sosialis. Dalam perundingan tersebut, Sutan Syahrir telah dianggap memberikan dukungan pada Belanda. Sehingga membuat anggota dari Partai Sosialis dan KNIP mengambil langkah penarikan dukungan pada 26 Juni 1947 Perdebatan perjanjian Linggarjati Meski sudah ditandatangani, empat bulan setelah itu tepatnya 20 Juli 1947, Belanda menyatakan tidak terikat lagi dengan perjanjian Linggarjati. Baca juga: Sejarah Konflik Natuna dan Upaya Indonesia Tanggal 21 Juli 1947 terjadi Agresi Militer Belanda I, yaitu serangan dari Belanda ke wilayah Indonesia. Akibatnya konflik antar dua negara kembali memanas. Pada akhirnya konflik ini kemudian kembali diselesaikan lewat jalur perundingan Perjanjian Renville. Namun banyak hasil perjanjian Renville yang merugikan pihak Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar