Nama Guru : Putut Wisnu
Kurniawan M.Pd.
Mapel
: Sejarah Indonesia
Kelas : XI
KD : Usaha mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia
Assalamuaikum.... apa kabar anak
sholeh dan sholehah? Mapel Sejarah hari ini silahkan dibaca dan dipahami materi
dibawah ini ya... kemudian kita lanjutkan sesi tanya jawab melalui WAG.
Jangan lupa sholat dhuha bagi yg belum melaksanakan. terimakasih
PEJUANGAN
MEMPERTAHANKAN SENJATA MELALUI PERJUANGAN BERSENJATA DAN DIPLOMASI
KEDATANGAN
SEKUTU DAN NICA
Setelah Jepang menyerah, pasukan Sekutu
yang mendapat tugas masuk ke Indonesia adalah Tentara Kerajaan Inggris. Pasukan
tersebut dibagi dua, yaitu :
1.
SEAC
(South East Asia Command) dibawah pimpinan Laksamana Lord Louis Mounbatten untuk wilayah Indonesia Bagian Barat.
2.
Pasukan
SWPC (South West Pasific Command) untuk wilayah Indonesia bagian timur.
Dalam melaksanakan
tugasnya Mountbatten di Indonesia bagian Barat membentuk AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies)
dibawah pimpinan Letnan Jenderal Philip Christison. Kedatangan
AFNEI didahului oleh beberapa kelompok penghubung, kelompok pertama tiba
Jakarta 8 September 1945 dipimpin oleh Mayor Greenhalg. Pada tanggal 29 September 1945 kapal penjelajah Cumberland yang membawa Laksamana Patterson berlabuh di Tanjung Priok dan disusul oleh fregat
Belanda Tromp.
Pada mulanya kedatangan
pasukan Sekutu disambut baik oleh masyarakat Jakarta. Narnun setelah mendengar
bahwa sekutu membawa NICA (Netherland
Indies Civil Administration) yaitu pegawai sipil pemerintah Hindia -
Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintah sipil, di Indonesia,
sikap masyarakat berubah. Para pemuda memberikan sambutan tembakan selamat
datang. Peristiwa ini merupakan awal ketegangan di Jakarta.
Melihat kondisi yang kurang
menguntungkan, Panglima AFNEI menyatakan pengakuan secara de facto atas Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945.
Sehingga AFNEI mendapatkan izin membuat markas besarnya di Jakarta dari
pemerintah Rl. Di lain pihak NICA yang
mulai mempersenjatai bekas tawanan KNIL, menciptakan ketegangan baru. Disamping
itu daerah-daerah yang didatangi Sekutu sering terjadi insiden bersenjata.
Sehingga pemerintah Rl menganggap Sekutu sudah tidak lagi menghormati
kedaulatan Rl.
PERTEMPURAN-PERTEMPURAN
DI AWAL KEMERDEKAAN
A. Pertempuran 10 Nopember 1945
di Surabaya
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 29
dari Divisi India Kedua dibawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby
mendarat di Surabaya. Pemerintah daerah melarang mereka masuk kota, namun
setelah berjanji hanya akan melaksanakan tugas kemanusiaan, pemerintah daerah
mengizinkan. Akan tetapi dalam kenyataannya pasukan Sekutu langsung merebut
bangunan-bangunan penting. Sementara itu tersebar pamflet yang berisi perintah kepada rakyat Surabaya untuk
menyerahkan senjata yang dirampas dari Jepang. Perintah itu tentu saja ditolak,
bahkan pada malam hari, 27 Oktober 1945, pemuda Surabaya menyerang dan
memporak-porandakan kekuatan Sekutu. Pimpinan AFNEI Jakarta meminta bantuan
Presiden Soekarno untuk memerintahkan penghentian serangan. Maka Presiden Soekarno,
Moh. Hatta dan Menteri Penerangan
Amir Syarifuddin terbang ke Surabaya. Kemudian diadakan perundingan yang
menyepakati dibentuknya Kontak Biro, yang bertugas mencari
penyelesaian insiden bersenjata.
Ketika Kontak Biro mulai bekerja, pada
tanggal 30 Oktober 1945 pecah Insiden Jembatan Merah. Brigadir Jendral Mallaby tewas dalam insiden tersebut.
Oleh karena itu Mayor E.C. Mansergh,
panglima AFNEI Jawa Timur mengeluarkan ultimatum yang isinya : “para pemilik
senjata harus menyerahkan senjatanya kepada sekutu sampai dengan tanggal 10
Nopember 1945 pukul 06.00. WIB. Jika tidak dipatuhi, Surabaya akan digempur”. Gubernur Surya atas nama rakyat
Surabaya dan Jawa Timur menolak ultimatum itu. Sehingga pukul 06.00 WIB,
tanggal 10 Nopember 1945 Surabaya digempur dari laut dan udara yang disusul
serbuan pasukan daratnya. "Arek-arek Suroboyo" dibawah komando Sungkono menyusun kekuatan dan
melakukan perlawanan. Sedangkan Bung
Tomo mengobarkan semangat perlawanan melalui siaran radio dengan slogan
"Merdeka atau Mati".
B. Pertempuran Palagan - Ambarawa
Pada tanggal 20 Oktober 1945, pasukan
Sekutu mendarat di Semarang dipimpin oleh Brigadir Bthell. Pasukan ini
menuju ke Ambarawa dan Magelang untuk mengevakuasi
para interniran Sekutu yang
ditawan Jepang. Pemerintah Rl membantu tugas tersebut. Setelah masuk kota
pasukan ini merebut gedung-gedung vital. Maka TKR bersama pemuda setempat
melakukan serangan terus menerus. Sekali lagi mereka meminta bantuan Presiden
Soekarno. Pada tanggal 2 Nopember 1945 dilakukan perundingan dan menghasilkan
12 pasal kesepakatan. Ternyata sekutu mengingkari kesepakatan dengan menambah
pasukan dan berupaya mendapatkan daerah pendudukan. Dibawah pimpinan Kolonel
Sudirman, Panglima Divisi V Banyumas, pada tanggal 15 Desember 1945
berhasil menghalau pasukan sekutu ke Semarang dengan taktik infanteri.
C. Pertempuran Medan Area, Desember
1945
Pasukan Sekutu dipimpin Brigadir
T.E.D. Kelly memasuki kota Medan pada tanggal 6 Oktober 1945 dengan membawa
serta orang-orang NICA. Dengan dalih menjaga keamanan, para wartawan sekutu
dipersenjatai. Menanggapi keadaan itu, pada tanggal 10 Oktober 1945 TKR
Sumatera Timur segera dibentuk dibawah pimpinan Achmad Tahir.
Pertempuran antara tentara Sekutu dan TKR tak terhindarkan.
Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu
memasang papan bertuliskan Fixed Bounderies Medan Area (Batas Medan
Area), sebagai batas kekuasaan Sekutu. Pasukan TKR dan para pemuda melakukan
perlawanan. Pihak Sekutu dan NICA mengadakan pembalasan dengan operasi
pembersihan pada bulan April 1946. Sejak itu pasukan Sekutu menguasai Medan
Area. Sementara itu TKR dan badan-badan perjuangan mengadakan pertemuan di
Bukit Tinggi untuk membentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area pada
bulan Agustus 1946.
D. Bandung
Lautan Api, 23 Maret 1946
Pasukan Sekutu masuk kota Bandung pada
tanggal 12 Oktober 1945 dengan kereta api dari Jakarta atas lzin pemerintah Rl.
Tentara Sekutu menuntut agar rakyat menyerahkan senjata yang diperoleh dari
Jepang. Selanjutnya pada tanggal 21 Nopember 1945 Sekutu mengeluarkan ulmatum
bahwa selambat-lambatnya tanggal 29 Nopember 1945 kota Bandung bagian utara
harus dikosongkan. Perintah tersebut ditolak, sehingga insiden dengan pasukan
sekutu sering terjadi. Untuk yang kedua kalinya, 23 Maret 1946 pasukan sekutu
mengeluarkan ultimatum agar seluruh kota Bandung dikosongkan.
Karena merasa terancam keselamatannya,
pasukan Sekutu meminta tolong pemerintah Rl agar memerintahkan pengosongan kota
Bandung atau mundur ke luar kota sejauh 11 km. Sehingga pemerintah Rl di
Jakarta memerintahkan TRI mengosongkan kota Bandung. Sementara itu dari
Panglima Sudirman di markas TRI Yogyakarta datang instruksi supaya kota Bandung
tetap dipertahankan. Akhirnya TRI dibawah pimpinan Kolonel A.H.
Nasution mematuhi perintah dari
Jakarta, namun sebelum meninggalkan kota, mereka menyerang pos-pos Sekutu dan
melakukan pembumihangusan kota Bandung.
PERJUANGAN
DIPLOMASI
Oleh karena pasukan Inggris tidak ingin
terlibat terlalu jauh dalam konflik Indonesia - Belanda, Inggris bersedia
sebagai mediator (penengah).
Selanjutnya diadakan serangkaian perundingan yang diawasi oleh diplomat
Inggris, Archibald Clark Kerr. Perundingan dimulai tanggal 10 Pebruari 1946. Belanda
diwakili oleh Dr. H.J. Van Mook, sedangkan
pihak Rl diwakili oleh Perdana Menteri Sutan
Syahrir. Dalam perundingan ini Van Mook menyampaikan kembali pernyataan Ratu Belanda 7 Desember 1942,
yaitu Indonesia akan menjadi negara Commonwealth
berbentuk federasi dalam lingkungan kerajaan Belanda. Sebagai persiapan akan
dibentuk pemerintahan peralihan selama 10 tahun. Sedangkan pernyataan balasan
Rl pada tanggal 12 Maret 1946 ditolak pemerintah Belanda. Sementara itu Van
Mook terus berupaya membentuk Pemerintahan
Federal Indonesia dengan mengadakan Konfrensi
Malino pada bulan Juni 1946 yang dilanjutkan di Denpasar pada bulan
Desember 1946.
1.
Perundingan Linggarjati, 15 Nopember 1846
Pada bulan Agustus 1946 juru penengah Archibald Clark Kerr
digantikan oleh Lord Killearn. Perundingan diteruskan di
Jakarta. Naskah persetujuan dimatangkan di Linggarjati dekat Cirebon, Jawa Barat sampai dengan tanggal 10
Nopember 1946. Naskah Perundingan itu diparaf tanggal 15 Nopember 1946 oleh Sutan Syahrir dari pihak Rl dan Schermenhorn dari pihak Belanda. Isi
pokok perundingan Linggarjati, sebagai berikut :
a.
Belanda mengakui kedaulatan de facto
Rl di seluruh Jawa, Madura dan Sumatera.
b.
Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat (NIS)
c.
Akan dibentuk Uni Indonesia - Belanda yang dikepalai oleh Raja Belanda
Persetujuan Linggarjati ini baru
ditandatangani 25 Maret 1947 setelah mendapat persetujuan parlemen Belanda dan
KNIP.
2.
Agresi Militer Belanda I, 21 Juli 1947
Sesudah perjanjian Linggarjati ditanda
tangani, timbul perbedaan penafsiran mengenai kedudukan Rl dalam masa
peralihan, sebelum terbentuknya NIS. Di samping itu Belanda memprotes tindakan
Rl mendirikan perwakilan di luar negeri. Di lain pihak Rl juga memprotes
tindakan Belanda mendirikan negara-negara federal. Tuduh menuduh juga sering
terjadi mengenai pelanggaran garis demarkasi.
Pada tanggal 27 Mei 1947 Belanda
mengajukan nota ultimatum yang harus dijawab Rl dalam waktu 14 hari. Ultimatum
tersebut antar lain menuntut :
a.
Supaya
dibentuk pemerintahan federal
sementara yang berkuasa di seluruh Indonesia sampai pembentukan NIS
b.
Pembentukan
gendarmerie (pasukan
keamanan) bersama.
Perdana Menteri Sutan Syahrir menyatakan
kesediaannya mengakui kedaulatan Belanda pada masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban Shahrir ini
dianggap terlalu lemah oleh KNIP, sehingga menyebabkan Kabinet Syahrir jatuh.
la diganti oleh Amir Syarifuddin.
Pada tanggal 15 Juli 1947, kembali
Belanda menyampaikan nota yang isinya menuntut gendarmerie bersama. Nota tersebut harus dijawab dalam waktu 32
jam. Tanggal 17 Juli 1947 PM. Amir Syarifuddin menyampaikan jawaban melalui RRI
Yogyakarta. Belanda tidak puas dengan jawaban tersebut, maka pada tanggal 21
Juli 1947 Belanda mengadakan Agresi Militer I ke kota-kota besar di Jawa,
daerah perkebunan dan daerah penghasil minyak bumi di Sumatera.
Agresi Militer Belanda ini mengakibatkan
wilayah Indonesia semakin sempit, akan tetapi bangsa Indonesia mendapatkan
keuntungan dari reaksi internasional, seperti :
a.
Pemerintah
Arab yang pada mulanya ragu-ragu mengakui Rl secara de Jure mengubah
sikapnya
b.
Australia,
Cina dan India meminta agar masalah Rl dibicarakan dalam Sidang Dewan Keamanan
PBB.
c.
Amerika
mengusulkan dibentuknya Good Will Commision (Komisi Jasa Baik) dari PBB
untuk mengatasi masalah RI
3.
Perundingan Renville 8 Desember 1947 -
17 Januari 1948
Selain membentuk komisi konsuler, PBB juga membentuk Komisi Jasa Baik, yang kemudian dikenal dengan
nama Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi inilah yang
mendapat tugas menyelesaikan sengketa antara Belanda dan Indonesia. Belanda
memilih Belgia sebagai wakilnya di KTN. Sedangkan Indonesia memilih Australia.
Kemudian Belgia dan Australia memilih Amerika sebagai anggota KTN. Komisi ini
mulai bekerja pada tanggal 27 Oktober 1947 dengan anggota sebagai berikut:
a.
Australia
diwakili Richard Kirby
b.
Belgia
diwakili Paul Van Zeeland
d.
Amarika
Serikat diwakili Dr. Frank Graham
Dengan perantaraan KTN, pada tanggal 8
Desember 1947 dimulailah perundingan antara Rl dan Belanda, di atas kapal
perang Amerika USS Renville di Pelabuhan Tanjung Priok. Jakarta Delegasi Rl
dipimpin oleh PM Amir Syarifuddin, sedang delegasi Belanda
dipimpin oleh Raden Abdulkadir Wijoyoatmojo. Hasil persetujuan
Renville ini antara lain sebagai berikut :
a.
Rl
menyetujui dibetuknya RIS dengan masa peralihan
b.
Daerah yang diduduki Belanda melalui agresinya
diakui oleh Rl sampai diadakannya plebisit
c.
RI
bersedia menarik semua pasukan TNI yang berada di daerah kantong gerilya masuk ke wilayah Rl.
Akibat dari perundingan renville,
terjadilah pemindahan pasukan secara besar-besaran ke wilayah Rl. Sekitar
35.000 anggota Divisi Siliwangi hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah.
Pemindahan pasukan juga terjadi di Jawa Timur dan Sumatera Selatan. KNIP
menolak isi perundingan Renville. Hal ini mengakibatkan Kabinet Amir
Syarifuddin jatuh dan digantikan oleh Kabinet
Hatta.
4.
Pemberontakan PKI Madiun
Kabinet Hatta terbentuk pada bulan
Januari 1948. Sementara itu Amir Syarifuddin berbalik menjadi oposisi. Dia menghimpun kekuatan
golongan kiri dengan membentuk FDR (Front Rakyat Demokratik). FDR menuntut
kepada pemerintah agar membatalkan persertujuan Renville. Padahal persetujuan
tersebut ditandatangani oleh Amir Syarifuddin sendiri. FDR juga menentang
kebijakan Rekonstruksi - Rasionalisasi (RERA) yang dijalankan oleh Kabinet Hatta, sebab
sebagian anggota FDR terkena rasionalisasi. FDR juga memancing bentrokan fisik
dengan membuat kerusuhan-kerusuhan di Surakarta dan melancarkan aksi mogok di
pabrik karung Delanggu pada tanggal 5 Juli 1948.
Kekuatan FDR bertambah dengan datangnya MUSO dari Uni Soviet pada tahun 1926. la menyatakan bahwa revolusi di
Indonesia sudah menyimpang. Kepemimpinan Presiden Soekarno dikecamnya.
Selanjutnya Muso mengorganisasi kembali kekuatan PKI.
Kegiatan agitasi dan anarkhi FDR/PKI
terus semakin meningkat. Mereka mengadakan kekacauan dimana-mana
mengatasnamakan rakyat. FDR juga berupaya mengadu-domba Pasukan Panembahan Senopati dengan pasukan hijrah Siliwangi.
Sehingga terjadi insiden antara dua pasukan tersebut. Penculikan dan pembunuhan
terhadap lawan-lawan politik pun dilakukan PKI. Salah seorang korbannya ialah dr. Muwardi, pimpinan Barisan Banteng.
Sementara itu juga terjadi insiden bersenjata di Surakarta antara FDR dengan
kelompok Tan Malaka maupun
dengan pasukan hijrah Siliwangi, dalam rangka menciptakan Surakarta menjadi Wild West (daerah kacau).
Sedangkan Madiun dijadikan Basis Gerilya PKI.
Di Madiun PKI juga melakukan pembunuhan
terhadap tokoh-tokoh agama, pejabat pemerintah dan anggota TNI yang
menentangnya. Sebagai puncak agitasi PKI, pada tanggal 18 September 1948 PKI
memproklamasikan berdirinya Soviet
Republik Indonesia melalui Radio Gelora Pemuda di Madiun. Pemerintah Rl
bertindak tegas terhadap pemberontakan ini. Presiden Soekarno menyatakan
"pilih Soekarno - Hatta atau Musso – Amir". Kemudian Presiden Sukarno
memerintahkan Panglima Besar Soedirman menumpas pemberontakan PKI itu. Untuk itu Soedirman
menugaskan Kolonel Gatot Subroto, Panglima Divisi II Jawa Tengah bagian Timur dan Kolonel Sungkono, Panglima Divisi I Jawa Timur. Dengan dukungan rakyat
pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil diduduki oleh TNI. Para
pemimpin PKI bertebaran menyelamatkan diri. Muso mati tertembak di Somoroto, Ponorogo. Sedangkan Amir Syarifuddin ditangkap di daerah Branti,
Grobongan, kemudian ditembak mati. Banyak tokoh-tokoh PKI diantaranya Tan Malaka yang berhasil meloloskan diri dan belum sempat diadili. Hal
itu disebabkan pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi
Militernya yang kedua.
5.
Agresi Militer Belanda II, 19 Desember 1948
Perundingan antara Rl dan Belanda
sebagai tindak lanjut Perundingan Renvile tersendat-sendat. Karena Belanda
selalu menuntut hal-hal yang sulit diterima oleh pemerintah Rl. Oleh karena
itulah Pemerintah Rl dan TNI memperkirakan Belanda akan mengulangi Agresi
Militernya. Untuk itu diadakan persiapan dengan konsep Total People's Defence (Perlawanan
Total Rakyat). Belajar dari pengalaman Agresi Militer Belanda I, sistem Linier, diganti dengan sistem Wehrkreise (Lingkaran Pertahanan)
dengan melakukan gerilya memasuki wilayah pertahanan lawan (Wingate). Selanjutnya dibentuklah
dua komando utama, yaitu : Komando Jawa dipimpin oleh Kolonel A.H. Nasution dan Komando Sumatera
dipimpin oleh Kolonel Hidayat.
Pada tanggal 18 Desember, Perdana
Menteri Belanda, dr. Beel mengumurnkan
bahwa Belanda tidak terikat lagi pada Perundingan Renvile. Keesokan harinya, 19
Desember 1948, dengan taktik "Perang Kilat" pasukan Belanda menyerang
wilayah Rl. Setelah menduduki Pangkalan Udara Maguwo, dengan gerak cepat
Belanda berhasil menduduki lbukota Rl, Yogyakarta. Presiden Soekarno, Wakil
Presiden PM Moh. Hatta dan para pemimpin
lainnya ditangkap, kemudian diasingkan keluar Jawa. Namun sebelumnya, Presiden
Soekarno sudah memerintahkan untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi,
Sumatera, dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai presidennya. Jika hal itu
gagal dilakukan, pemerintah menunjuk Mr. Maramis,
LN. Palar dan Dr. Sudarsono
untuk membentuk PDRI di India.
Pada saat Belanda menyerang Yogyakarta, Panglima Sudirmam yang sedang sakit parah bangkit dari tempat tidur untuk
memimpin perang gerilya terhadap Belanda. Setelah menduduki Yogyakarta ternyata
Belanda harus menghadapi perlawanan keras dari TNI dengan taktik Wehrkreise dan
Wingate. Puncak perlawanan Rl adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 dan berhasil menduduki Yogyakarta selama enam jam.
6.
Perundingan Roem - Royen
Pada tanggal 24 Januari 1949, Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan resolusi agar Rl dan Belanda segera menghentikan
permusuhan. Bahkan Amerika mengancam akan memutuskan bantuan ekonomi, Marshall Plan, kepada Belanda jika tidak mau berunding. Pada tanggal 28 Januari
1949 DK PBB memutuskan bahwa tugas KTN digantikan oleh UNCI (United Nations
Commission for Indonesia) yang anggotanya sebagai berikut :
a.
Australia diwakili Critchley
b.
Belgia diwakili oleh Herremans .
c.
Amerika diwakili oleh Merle Cochran
Di bawah pengawasan UNCI akhirnya
diadakan perundingan di Jakarta. Delegasi Rl dipimpin oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi
Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. Van
Royen. Pada tanggal 7 Mei 1949 dicapai persetujuan, sebagai berikut :
1.
Pernyataan
Rl yang dibacakan Mr. Moh. Roem berisi antara lain :
a.
Pemerintah
Rl akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya
b.
Turut
serta dalam KMB yang bertujuan untuk mempercepat "Penyerahan kedaulatan
yang lengkap dan tidak bersyarat" kepada Negara Republik Indonesia
Serikat.
2.
Pernyataan
Belanda dibacakan oleh Dr. J.H. Royen berisi antara lain :
a.
Belanda
setuju Pemerintah Rl kembali ke Yogyakarta
b.
Pembebasan
pimpinan-pimpinan Rl dan tawanan politik
c.
Belanda
setuju Rl menjadi bagian RIS
d.
KMB
(Konfrensi Meja Bundar) akan segera diadakan di Den-Haag, Belanda
Dengan disepakatinya Perundingan Roem –
Royen, PDRI di Sumatera memerintahkan kepada Sultan Hamengkubuwono IX
untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta dari pihak Belanda.
KONFERENSI
INTER INDONESIA
Dengan
tercapainya Persetujuan Roem-Royen, terbukalah jalan menuju persatuan bangsa
Indonesia. Kembalinya pemerintah Rl ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949
dilanjutkan dengan pengembalian mandat dari PDRI Sumatera kepada pemerintah Rl,
membuka jalan ke arah persatuan nasional. Selanjutnya dirintis pendekatan dan
dialog antara Rl dengan BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg).
Atas usul dari Anak Agung Gede Agung kemudian diadakan Konfrensi Inter
Indonesia. Konfrensi ini bertujuan mencari kesepakatan mendasar antara Badan
Musyawarah Federal (BFO) dengan Rl untuk menghadapi Konfrensi Meja Bundar.
Konfrensi Inter
Indonesia dilaksanakan di Yogyakarta 19 - 22 Juli 1949 yang dilanjutkan di
Jakarta pada tanggal 13 Juli - 2 Agustus 1949, berhasil mencapai kesepakatan
antara lain sebagai berikut :
1.
Pembentukan
Republik Indonesia Serikat
2.
RIS
akan menerima penyerahan kedaulatan baik dari Rl maupun dari Belanda
3.
APRIS
(Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) adalah angkatan perang nasional
dengan TNI sebagai intinya
4.
Bendera
kebangsaan ialah Sang Saka Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, Bahasa
Nasional ialah Bahasa Indonesia, Lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Hari
Nasional ialah 17 Agustus.
Dengan demikian upaya politik devide et impera Belanda untuk memisahkan
daerah-daerah dari Rl mengalami kegagalan.
KONFRENSI
MEJA BUNDAR
Konfrensi Meja
Bundar dibuka secara resmi tanggal 23 Agustus 1949 di Den Haag, Belanda. Perdana Menteri Belanda,
Willem Dress di angkat sebagai ketua konfrensi. KMB dihadiri oleh empat
delegasi, sebagai berikut:
1.
Delegasi
Rl dipimpin oleh Moh. Hatta
2.
Delegasi
BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II
3.
Delegasi
Belanda dipimpin oleh Menteri Wilayah Seberang Lautan, Mr. Van Maarseveen.
4.
Delegasi
UNCI, sebagai pengawas dipimpin oleh Crithley.
Setelah melalui
pembicaraan yang seru dan alot selama lebih dari dua bulan, pada tanggal
2 Nopember 1949 dicapai keputusan-keputusan antara lain sebagai berikut :
1.
Belanda
mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat.
2.
Status
Keresidenan Papua akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah Pengakuan
Kedaulatan
3.
Akan
dibentuk Uni Indonesia – Belanda berdasarkan kerjasama sukarela dan sederajat.
4.
RIS
akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak konsesi dan izin baru lagi perubahan-perubahan Belanda.
5.
RIS
harus membayar semua hutang-hutang Belanda yang diperbuat sejak tahun 1942 di
Indonesia.
TERBENTUKNYA
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Sementara sidang
KMB masih berlangsung antara Rl dan BFO pada tanggal 29 Oktober 1949
ditandatangani piagam persetujuan mengenai Konstitusi (UUD) RIS. Pada tanggal
14 Desember 1949 wakil-wakil negara bagian RIS, dan KNIP menyetujui menerima
hasil KMB dan menyepakati naskah Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) RIS. Pada
tanggal 16 Desember 1949 lr. Soekarno terpilih sebagai Presiden RIS dan
Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
Sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Konsitusi RIS, maka Presiden Soekarno membentuk formatur Kabinet yang terdiri dari Moh.
Hatta, Anak Agung Gede Agung dan Sultan Hamid II yang bertugas membentuk
Kabinet RIS. Pada tanggal 20 Desember 1949 Presiden Soekarno melantik Kabinet
RIS, yang dipimpin oleh Moh. Hatta sebagai Perdana Menterinya. Negara-negara
bagian RIS berdasarkan Piagam Konstitusi RIS, sebagai berikut :
a.
Tujuh negara bagian,
yaitu :
1.
Negara
Republik Indonesia
2.
Negara
Indonesia Timur
3.
Negara
Pasundan
4.
Negara
Jawa Timur
5.
Negara
Madura
6.
Negara
Sumatera Timur
7.
Negara
Sumatera Selatan
b.
Sembilan satuan
kenegaraan yang tegak sendiri, sebagai berikut :
1.
Jawa
Tengah 6. Bangka
2.
Belitung
7. Riau
3.
Kalimantan
Barat 8. Dayak Besar
4.
Daerah
Banjar 9.
Kalimantan Tenggara
5.
Kalimantan
Timur
PENGAKUAN
KEDAULATAN RIS
Pada tanggal 21
Desember 1949 pemerintah RIS mengangkat delegasi untuk menerima pengakuan
kedaulatan di negeri Belanda. Delegasi tersebut berangkat ke negeri Belanda
pada tanggal 23 Desember 1949. Pemerintah juga mengangkat delegasi yang
ditugasi menerima pengakuan kedaulatan dari pemerintah Rl kepada pemerintah
RIS.
Upacara
Pengakuan Kedaulatan dilaksanakan di Ruang tahta, Istana de Dam, Amsterdam pada tanggal 27
Desember 1949. Piagam penyerahan dan pengakuan kedaulatan ditanda tangani oleh
Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan, Van
Maarseveen dan Perdana Menteri RIS, Drs. Moh. Hatta. Pada saat yang sama di
Istana Merdeka, Jakarta juga dilaksanakan upacara serah terima kedaulatan dari
delegasi Pemerintahan Hindia Belanda yang dipimpin oleh Wakil Mahkota Belanda,
A.H.S. Lovink kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Upacara ini juga
dilanjutkan dengan penurunan bendera Belanda dan diganti bendera Merah Putih.
Sementara itu, di Yogyakarta juga dilakukan upacara penyerahan kedaulatan dari
pemerintah Rl yang diawakili oleh lr. Soekarno kepada pemerintah RIS yang
diwakili oleh Mr. Asaat. Sebulan
kemudian, 29 Januari 1950 Jendral Soedirman, Panglima Besar Angkatan Perang Republik
Indonesia meninggal dunia dalam usia muda, 32 tahun.
KEMBALI
KE NEGARA KESATUAN
Negara RIS yang
memerintah sejak tanggal 27 Desember 1949 tidak berjalan dengan mantap dan
mulai goyah. Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
1.
Anggota
Kabinet RIS sebagian besar tokoh-tokoh Republiken pendukung Negara
Kesatuan Rl
2.
Sistem
Federal (RIS) oleh rakyat Indonesia dianggap sebagai upaya Belanda memecah
belah Bangsa Indonesia.
3.
Pembentukan
RIS tidak didukung oleh ideologi yang kuat, tanpa tujuan kenegaraan yang jelas
dan tanpa dukungan rakyat.
4.
RIS
menghadapi rongrongan yang didukung oleh KNIL dan KL serta golongan yang takut
kehilangan hak-haknya apabila Belanda meninggalkan Indonesia.
Oleh karena itu
di beberapa daerah timbul reaksi keras menuntut pembubaran RIS dan menuntut
pembentukan Negara Kesatuan. Gerakan ini bersamaan dengan munculnya
pemberontakan bersenjata oleh bekas tentara KNIL di beberapa negara bagian,
seperti APRA, Andi Azis dan RMS.
Karena semakin
kuatnya tuntutan pembubaran RIS maka pada tanggal 8 Maret 1950 dengan
persetujuan parlemen, pemerintah Rl mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomer II
tahun 1950. Berdasarkan UU tersebut negara-negara bagian diperbolehkan
bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah dikeluarkannya
Undang-undang tersebut banyak negara-negara bagian yang menyatakan bergabung
dengan NKRI, seperti :
1. Negara Jawa Timur
2. Negara Pasundan
3. Negara Sumatera Selatan
4. Negara Kalimantan Timur, Tenggara
dan Dayak
5. Daerah Bangka dan Belitung
6. Daerah Riau
Beberapa daerah
seperti Padang masuk ke daerah Sumatera Barat. Sabang sebagai daerah Aceh.
Kotawaringin masuk ke wilayah Rl. Sampai dengan tanggal 5 April 1950, di
Indonesia hanya tinggal tiga negara bagian, yaitu :
1. Negara Repbulik Indonesia (Rl)
2. Negara Sumatera Timur (NST)
3. Negara Indonesia Timur (NIT)
Pada tanggal 19
Mei 1950 diadakan perundingan RI-RIS membahas prosedur pembentukan negara
kesatuan. Pihak RlS diwakili PM Moh.
Hatta dan pihak Rl diwakili PM dr. Abdul Halim. Perundingan tersebut
menyetujui pembentukan Negara Kesatuan
Republik lndonesia (NKRI) di Yogyakarta. Untuk mewujudkan rencana itu
dibentuklah Panitia Gabungan RI-RlS yang bertugas merancang UUD Negara Kesatuan
Rl. Panitia Perancang UUDS NKRI ini diketuai oleh Menteri Kehakiman RIS, Prof.
Dr. Mr. Supomo. Panitia ini
berhasil menyusun Rancangan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal
20 Juli 1950. Kemudian rancangan UUD ini diserahkan kepada perwakilan negara-negara
bagian untuk disempurnakan. Pada tanggal 14 Agustus 1950 rancangan UUD itu
diterima dengan baik oleh senat dan parlemen RIS serta KNIP. Pada tanggal 15
Agustus 1950, Presiden menandatangani Rancangan UUD tersebut menjadi
Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS 1950).
Pada tanggal 17 Agustus 1950 secara resmi RIS dibubarkan dan dibentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar