Rabu, 07 Oktober 2020

Perlawanan Bangsa melalui organisasi pergerakan nasional (Kelas XI)

  

ORGANISASI BUDI UTOMO

Pada tahun 1906 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintis mengadakan kampanye menghimpun dana pelajar (Studie Fund) di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat dan membantu para pelajar yang kekurangan dana. Dari kampanye tersebut akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo dengan ketuanya Dr. Sutomo.

Organisasi Budi Utomo artinya usaha mulia. Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.

Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa cabang yaitu Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Batavia. Dalam kongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal berikut.

  • Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.
  • Tidak melibatkan diri dalam politik.
  • Bidang kegiatan adalah bidang pendidikan dan budaya.
  • Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.
  • Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan bangsa.

Terpilihnya R.T. Tirtokusumo yang seorang bupati sebagai ketua rupanya dimaksudkan agar lebih memberikan kekuatan pada Budi Utomo. Kedudukan bupati memberi dampak positif dalam rangka menggalang dana dan keanggotaan dari Budi Utomo. Untuk usaha memantapkan keberadaan Budi Utomo diusahakan untuk segera mendapatkan badan hukum dari pemerintah Belanda. Hal ini terealisasi pada tanggal 28 Desember 1909, anggaran dasar Budi Utomo disahkan. Dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran berikut.

1.   Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja, tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja.

2.   Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang menderita.

Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan. Dr. Cipto Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya gerak Budi Utomo semakin lamban. Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin lambannya Budi Utomo.

  • Budi Utomo cenderung memajukan pendidikan untuk kalangan priyayi daripada penduduk umumnya.
  • Lebih mementingkan pemerintah kolonial Belanda dari pada kepentingan rakyat Indonesia.
  • Menonjolnya kaum priyayi yang lebih mengutamakan jabatan menyebabkan kaum terpelajar tersisih.

Ketika meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang politik. Berikut ini beberapa bentuk peran politik Budi Utomo.

  • Melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dari serangan bangsa lain.
  • Menyokong gagasan wajib militer pribumi.
  • Mengirimkan komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan Hindia.
  • Ikut duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).
  • Membentuk Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota volksraad.

Budi Utomo mampu menerbitkan majalah bulanan Goeroe Desa yang memiliki kiprah masih terbatas di kalangan penduduk pribumi. Sejalan dengan kemerosotan aktivitas dan dukungan pribumi pada Budi Utomo, maka pada tahun 1935 Budi Utomo mengadakan fusi ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak itu BU terus mengalami kemerosotan dan mundur dari arena politik.

ORGANISASI SAREKAT ISLAM

Pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Garis yang diambil oleh SDI adalah kooperasi, dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia di bawah panji-panji Islam. Keanggotaan SDI masih terbatas pada ruang lingkup pedagang, maka tidak memiliki anggota yang cukup banyak. Oleh karena itu agar memiliki anggota yang banyak dan luas ruang lingkupnya, maka pada tanggal 18 September 1912, SDI diubah menjadi SI (Sarekat Islam).

Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI seperti H.O.S Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembang pesat karena bermotivasi agama Islam. Latar belakang ekonomi berdirinya Sarekat Islam adalah:

  • perlawanan terhadap para pedagang perantara (penyalur) oleh orang Cina,
  • isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya, dan
  • membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan anggaran dasarnya adalah:

1.    mengembangkan jiwa berdagang,

2.   memberi bantuan kepada anggotanya yang mengalami kesukaran,

3.   memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumi putera,

4.   menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam,

5.   tidak bergerak dalam bidang politik, dan

6.   menggalang persatuan umat Islam hingga saling tolong menolong.

Kecepatan tumbuhnya SI bagaikan meteor dan meluas secara horizontal. SI merupakan organisasi massa pertama di Indonesia. Antara tahun 1917 sampai dengan 1920 sangat terasa pengaruhnya di dalam politik Indonesia. Untuk menyebarkan propaganda perjuangannya, Sarekat Islam menerbitkan surat kabar yang bernama Utusan Hindia.

Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jenderal Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban dari Idenburg pada tanggal 29 Maret 1913, yaitu SI di bawah pimpinan H.O.S Cokroaminoto tidak diberi badan hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan pemerintah kolonial Belanda (Gubernur Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang SI yang ada di daerah.

Ini suatu taktik pemerintah kolonial Belanda dalam memecah belah persatuan SI. Bayangan perpecahan muncul dari pandangan yang berbeda antara H.O.S Cokroaminoto dengan Semaun mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang memiliki pandangan sosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam kongres SI yang dilaksanakan tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai rangkap anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota organisasi lain terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua yaitu SI Putih dan SI Merah.

  • SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
  • SI Merah, yang berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang berpusat di Semarang.

Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama menjadi Sarekat Rakyat (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia (PKI).

Indische Partij (IP)

IP didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh tokoh Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat. Pendirian IP ini dimaksudkan untuk mengganti Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda campuran (Indo). IP sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerja sama orang Indo dan bumi putera. Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indo sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.

Di samping itu juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangun oleh orang Indo, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan orang-orang bumi putera. Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkan dari keturunan campuran, ayah Belanda, ibu seorang Indo. Indische Partij merupakan satu-satunya organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik dan ingin mencapai Indonesia merdeka.


Tujuan Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air. IP menggunakan media majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar ‘De Expres’ pimpinan E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air Indonesia. Tujuan dari partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada tahun 1913. Saat itu pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Prancis). Perayaan ini direncanakan diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda.

Adalah suatu yang kurang pas di mana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul ‘Als ik een Nederlander was’, Andaikan aku seorang Belanda. Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap.

Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Express tanggal 26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees?, berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalam Tiga Serangkai, E.F.E. Douwes Dekker turut mengkritik dalam tulisannya di De Express tanggal 5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat, Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat. Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke Belanda.

Namun pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E Douwes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname, Amerika Latin

23 komentar:

  1. Nanda nishappy permata rindu
    X IPA 2

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Nama:Darma Putra Aditama
    Kelas :XI IPA3

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus